Menlu Retno dan Jepang Sepakat Hentikan Kekerasan Militer di Myanmar

Menlu Retno Marsudi dan Jepang satu suara menentang kekerasan militer Myanmar.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 23 Apr 2021, 11:28 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2021, 11:20 WIB
Myanmar Gelar Parade Militer di Hari Angkatan Bersenjata
Panglima Tertinggi Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing memimpin parade tentara pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, Sabtu (27/3/2021). Myanmar saat ini sedang dalam kekacauan sejak para jenderal militer menggulingkan dan menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada Februari. (AP Photo)

Liputan6.com, Jakarta - Menjelang ASEAN Leaders' Meeting di Jakarta, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi berkomunikasi terkait situasi geopolitik di ASEAN. Myanmar menjadi topik utama.

Menlu Motegi menyampaikan rasa hormat terhadap Indonesia selaku tuan rumah ASEAN Leaders’ Meeting, dan mendukung keras upaya ASEAN yang memainkan peran penting dalam situasi Myanmar, di antaranya menyelenggarakan ASEAN Leaders’ Meeting serta mencari solusi.

Rencananya, pemimpin militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing akan ikut menghadiri pertemuan di Jakarta pada 24 April 2021.

Menlu Retno dan Motegi menyepakati bahwa situasi di Myanmar saat ini yang sudah memakan korban jiwa harus segera dihentikan. Menlu Retno menjelaskan pandangan Indonesia terhadap ASEAN Leaders’ Meeting.

Kedua Menteri Luar Negeri turut melakukan tukar pendapat tentang ASEAN Leaders’ Meeting dan penanganan ke depannya, lalu kedua belah pihak bersepakat untuk terus bekerja sama erat untuk penghentian kekerasan, pembebasan tahanan, dan pemulihan demokrasi secepatnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut:

Utusan PBB: 250.000 Warga Myanmar Mengungsi Akibat Kekerasan Militer

Makin Mencekam, Demonstran Myanmar Lawan Polisi Pakai Busur Panah
Para pengunjuk rasa mengumpulkan ban untuk menambah api yang dipasang selama unjuk rasa menentang kudeta militer di kota Tarmwe di Yangon, Myanmar (27/3/2021). (AP Photo)

Tindakan kekerasan junta militer Myanmar terhadap pengunjuk rasa anti-kudeta telah membuat hampir seperempat juta orang mengungsi. Hal itu diungkapkan oleh seorang utusan hak asasi manusia PBB.

Diketahui bahwa pemerintah militer Myanmar telah meningkatkan penggunaan kekerasan untuk menghentikan demonstrasi massa yang menentang kudeta pada 1 Februari yang menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi. 

Setidaknya 738 orang telah tewas dan 3.300 orang berada di penjara sebagai tahanan politik, menurut kelompok pemantau lokal.

"Begitu ngeri mengetahui bahwa ... serangan junta telah menyebabkan hampir seperempat (dari) juta orang Myanmar mengungsi, menurut sumber," kata Pelapor Khusus PBB tentang situasi hak asasi manusia di Myanmar, Tom Andrews di Twitter, seperti dikutip dari Channel News Asia, Kamis (22/4). 

"Dunia harus segera bertindak untuk mengatasi bencana kemanusiaan ini," tegasnya.

Lebih dari 2.000 orang Karen kini telah melintasi perbatasan Myanmar ke Thailand dan ribuan lainnya terlantar secara internal, menurut juru bicara brigade lima dari Karen National Union, Padoh Mann Mann.

"Mereka semua bersembunyi di hutan dekat desa mereka," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya