Liputan6.com, Jakarta - Virus terus berubah melalui mutasi, dan varian baru virus diprediksi akan terus muncul seiring berjalannya waktu.
Terkadang, varian virus baru muncul dan menghilang. Namun di sisi lain, varian baru muncul dan bertahan. Berbagai varian virus yang menyebabkan COVID-19 telah dilaporkan di dunia selama masa pandemi.
Virus penyebab COVID-19 adalah jenis virus corona, keluarga besar virus. Coronavirus diberi nama untuk bentuk virus yang menyerupai mahkota di permukaannya.
Advertisement
Ilmuwan memantau perubahan virus, termasuk perubahan bentuk di permukaan virus. Studi ini, termasuk analisis genetik virus, membantu para ilmuwan memahami bagaimana perubahan pada virus dapat memengaruhi cara penyebarannya dan apa yang terjadi pada orang yang terinfeksi.
Sebelum menyelami, penting untuk memahami mengapa virus bermutasi sejak awal.
Untuk menginfeksi seseorang, virus mengambil alih sel inang dan menggunakannya untuk menggandakan dirinya sendiri. Tetapi alam tidaklah sempurna, dan terkadang, kesalahan dibuat selama proses replikasi. Kesalahan itu lah yang disebut dengan mutasi.
Virus dengan satu atau lebih mutasi disebut sebagai varian. Seringkali, varian tidak memengaruhi struktur fisik virus, dan dalam kasus tersebut, varian akhirnya menghilang. Namun, ada kasus tertentu ketika mutasi memengaruhi bagian dari susunan genetik virus yang mengubah perilakunya.
Menurut Pusat Pengendalian Penyakit AS (CDC), perubahan perilaku dapat mengubah tingkat penularan, kematian dan kemampuan untuk secara potensial menginfeksi seseorang dengan kekebalan alami atau yang diinduksi oleh vaksin.
Penelitian sejauh ini telah mendeteksi beberapa dari perubahan ini pada tiga varian utama COVID- 19 yakni B.1.1.7, B.1.617 dan B.1.351. Mengutip dari berbagai sumber, berikut penjelasannya.
Simak Video Pilihan di Bawah Ini:
1. B.1.1.7
Varian ini pertama kali terdeteksi di Inggris pada musim gugur 2020.
Pada Desember 2020, jenis mutasi kemudian menyebar ke seluruh dunia, dengan kasus yang muncul di seluruh Eropa, Amerika Utara hingga Asia.
Saat ini, varian tersebut telah dilaporkan di sekitar 94 negara.
Penelitian awal menunjukkan jenis varian ini 50% lebih mudah menular daripada varian lain, dan berpotensi 35% lebih mematikan daripada virus standar. Untungnya, penelitian menunjukkan bahwa beberapa vaksin yang sudah ada dapat bekerja dengan baik untuk melawannya.
Jenis mutasi ini sudah diumumkan masuk ke Indonesia sejak 2 Maret 2021. Saat itu, Kemenkes melaporkan 6 kasus yang tersebar di lima provinsi yakni Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Jawa Barat.
Kemenkes juga melaporkan bahwa penularan mutasi ini memiliki sifat penularan lebih cepat hingga 50-74 persen.
Advertisement
2. B.1.617
Jenis mutasi ini pertama kali dideteksi di India, yang kemudian ditemukan juga di 17 negara lain termasuk Jerman, Belgia, Inggris, Swiss, AS, Singapura, hingga Fiji.
Varian B.1.617 berisi dua mutasi kunci ke bagian lonjakan luar virus, yang disebut sebagai E484Q dan L452R.
Keduanya secara terpisah ditemukan di banyak varian virus corona lainnya, tetapi ini pertama kalinya mereka dilaporkan bersama.
Ahli virologi Shahid Jameel menjelaskan bahwa "mutasi ganda di area utama protein lonjakan virus dapat meningkatkan risiko ini dan memungkinkan virus keluar dari sistem kekebalan".
WHO menggambarkannya sebagai "varian minat", bersama dengan strain lain dengan risiko yang diketahui, seperti yang pertama kali terdeteksi di Inggris, Brasil dan Afrika Selatan, yang menandakan tingkat ancaman yang lebih tinggi.
Kepala penasihat medis Gedung Putih Anthony Fauci mengatakan bahwa bukti awal dari penelitian laboratorium menunjukkan bahwa Covaxin, vaksin yang dikembangkan di India, tampaknya mampu menetralkan varian tersebut.
3. B.1.351
Jenis mutasi ini pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan pada Oktober 2020, tetapi kemudian pada akhir tahun menyebar ke Inggris, Swiss, Australia, dan Jepang.
Ada sekitar 48 negara dengan kasus yang dilaporkan, dan penelitian menunjukkan beberapa vaksin COVID-19 yang ada mungkin tidak efektif melawan varian ini.
Varian ini juga diketahui lebih mudah menular dan menyebar.
Peneliti dan pejabat melaporkan bahwa prevalensi varian lebih tinggi di antara orang muda tanpa kondisi kesehatan yang mendasarinya, dan lebih sering menyebabkan penyakit serius dalam kasus seperti itu daripada varian lainnya.
Departemen kesehatan Afrika Selatan juga mengindikasikan bahwa varian tersebut mungkin mendorong gelombang kedua pandemi COVID-19 di negara tersebut, karena varian tersebut menyebar lebih cepat daripada varian virus lainnya yang sudah ada sebelumnya.
Advertisement