Kritikan China ke KTT G7: Manipulasi Politik dan Campuri Isu Dalam Negeri

Pemerintah China tidak senang dengan hasil pertemuan G7 di Inggris.

diperbarui 14 Jun 2021, 17:58 WIB
Diterbitkan 14 Jun 2021, 17:58 WIB
Para Menlu negara kelompok G7 di London, Inggris (AP)
Para Menlu negara kelompok G7 di London, Inggris (AP)

Cornwall - China merasa gerah dengan pertemuan G7 di Cornwall, Inggris. Salah satu hasil keputusan G7 tersebut adalah permintaan adanya investigasi COVID-19 jilid 2 di China, serta terkait isu pelanggaran HAM.

"Kami akan mempromosikan nilai-nilai kami, termasuk dengan menyerukan kepada China untuk menghormati hak asasi manusia dan kebebasan fundamental," demikian salah satu isi communique G7, seperti dikutip DW Indonesia, Senin (14/6/2021).

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menyerukan Beijing untuk "mulai lebih bertanggung jawab dalam hal norma-norma internasional tentang hak asasi manusia."

Kedutaan China di Inggris menanggapi pernyataan G7. "Kelompok G7 mengambil keuntungan dari isu-isu terkait Xinjiang untuk terlibat dalam manipulasi politik dan mencampuri urusan dalam negeri Cina, yang dengan tegas kami tolak," kata juru bicara kedutaan dalam sebuah pernyataan.

Pernyataan itu menuduh G7 menyebarkan "kebohongan, rumor, dan tuduhan tak berdasar."

Selain itu, G7 juga menggarisbawahi "pentingnya perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, dan mendorong penyelesaian damai masalah lintas selat."

"Kami tetap sangat prihatin dengan situasi di Laut China Timur dan Selatan, dan sangat menentang setiap upaya sepihak untuk mengubah status quo yang memicu peningkatan ketegangan," kata mereka.

Asal Muasal COVID-19

Pertemuan antara Presiden Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson selama pertemuan bilateral menjelang KTT G7, Kamis (10 Juni 2021) di Carbis Bay, Inggris. (Foto AP/Patrick Semansky)
Pertemuan antara Presiden Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson selama pertemuan bilateral menjelang KTT G7, Kamis (10 Juni 2021) di Carbis Bay, Inggris. (Foto AP/Patrick Semansky)

Pada pertemuan puncak fisik pertama, para pemimpin tujuh negara mengumumkan sejumlah kebijakan tentang vaksinasi COVID-19, perubahan iklim, hingga perdagangan.

Mereka menyerukan penyelidikan baru di Cina tentang asal-usul COVID-19. "Kami juga menyerukan studi Origins Fase 2 COVID-19 yang diadakan WHO tepat waktu, transparan, dipimpin oleh para ahli, dan berbasis sains, seperti yang direkomendasikan oleh laporan para ahli di China,” kata G7.

Keinginan G7 tersebut memicu tanggapan dari Kedutaan Cina, yang menyatakan pekerjaan itu perlu dilakukan dengan "cara ilmiah, objektif, dan adil" tanpa penyelidikan baru.

"Epidemi saat ini masih berkecamuk di seluruh dunia dan pekerjaan penelusuran harus dilakukan oleh ilmuwan global dan tidak boleh dipolitisasi," kata Kedutaan China.

G7 juga mengaku prihatin dengan praktik kerja paksa dalam rantai pasokan global. "Kami prihatin dengan penggunaan segala bentuk kerja paksa dalam rantai pasokan global, termasuk kerja paksa yang disponsori negara dari kelompok rentan dan minoritas, termasuk di sektor pertanian, tenaga surya, dan garmen,” kata G7.

China menyangkal semua tuduhan kerja paksa tersebut. Sebelum kritik muncul secara bertubi-tubi, China dengan tegas memperingatkan para pemimpin G7 bahwa masa "sekelompok kecil yang menguasai dunia" sudah berakhir.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya