Liputan6.com, Jakarta - Berbicara soal kapasitas atletik tubuh manusia, hanya segelintir aktivitas yang dapat menandingi maraton. Pelari maraton sejauh 26,2 mil (42,2 km), mengambil langkah nan angun seperti rusa untuk menaklukkan daya tahan fisik dan mental mereka.
Gerakan mereka terlihat hampir seperti balet. Sampai-sampai mereka buang air di celana pendek.
Baca Juga
Melansir dari laman Mental Floss, Selasa (31/8/2021), beberapa atlet menyebutnya “runner's trots”, yang lain menyebutnya “Gingerbread Man”. Ini adalah kebutuhaan yang tiba-tiba dan meledak-ledak untuk mengosongkan perut di tengah panasnya perlombaan.
Advertisement
Sejarah maraton dipenuhi dengan catatan kaki soal tinja ini. Selama World Ironman Championship 1982 di Hawaii, Julie Moss mengotori dirinya sendiri di depan 20 juta penontan yang menonton ABC's Wide World of Sports.
Di tengah London Marathon 2005, Paula Radcliffe (peserta sekaligus pemenang) dipaksa untuk berhenti berulang kali dan buang air.
Masalahnya cukup merembet sehingga pada 2007, 2 penonton di New York City Marathon mengacungkan papan dengan tulisan “Jangan buang air di celanamu!” dan "Tidak ada yang buang air”, yang kemudian diangkat tinggi-tinggi oleh seorang anak.
Sebagian orang mengaitkan fenomena ini dengan keracunan makanan atau penyakit. Sebagiannya lagi menyalahkan maraton yang menuntun aktivitas fisik yang terus menerus.
“Ini terkait dengan fakta bahwa selama periode stres fisik, tubuh mengeluarkan darah dari organ-organ yang belum tentu kritis pada saat itu," ujar Michael Dobson, D.O, ahli bedah usus besar dan dubur dengan Novant Health di Charlotte, North Carolina.
"Untuk atlet ketahanan, Anda mengalirkan darah dari usus ke otot. Kurangnya aliran darah ke sistem usus dapat menyebabkan banyak gangguan pada fungsi normal. Intinya adalah menyebabkan iritasi pada sistem yang berkenaan dengan usus. Itu bisa mengakibatkan evakuasi buang air besar."
Ketika otot kaki pelari bekerja berlebihan, lebih sedikit darah mengalir ke usus mereka. Itu menyebabkan respons peradangan pada lapisan usus, sehingga menyebabkan kolitis iskemik atau peradangan sementara. Saat itulah masalah mulai muncul.
"Bahkan tanpa makan besar, tubuh masih mengeluarkan berliter-liter cairan sehari dalam sistem usus. Ketika stres mengambil peran, itu menyebabkan hal-hal tersebut mengalir melalui pipa pembuluh."
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Garis Pertahanan Terakhir
Orang dapat mengalami masalah usus tanpa harus mengotori diri mereka sendiri.
Pelari dapat buang air di celana karena mereka kehilangan kendali atas otot sfingter interior dan eksterior mereka di ujung saluran anus. Dengan volume kotoran yang cukup, otot tak sadar yang biasanya mengeluarkan kotoran menjadi rileks. Otot eksterior yang dikendalikan dengan sadar adalah garis pertahanan terakhir, tetapi pelari tak dapat menekannya.
"Seseorang di tengah aktivitas fisik berat, sangat sulit untuk menjaga otot mereka tetap tertutup saat melakukan aktivitas lain dengan otot lain di kaki dan panggul,” kata Dobson. "Anda tidak dapat mengontrol otot saat menggunakan otot.”
Saat itulah Anda mulai mempertanyakan apa yang Anda makan terakhir kali. Namun, menurut Dobson, selain membatasi asupkan makanan padat sebelum balapan, tak banyak yang dapat dilakukan.
Mengingat bahwa hingga 60% pelari maraton dihadapkan pada masalah pencernaan, tidakkah masuk akal untuk memakai popok dewasa?
“Saya tidak tahu tentang manfaatnya," kata Dobson. “Kecelakaan masih akan terjadi. Sekarang Anda memiliki sesuatu yang berat dan basah. Sebuah popok basah. Tidak ada apa pun di pasar yang akan membuatnya lebih baik daripada hanya mengevakuasinya. Mungkin lebih mengganggu, berlari dengan pakaian yang berat dan basah. Itu akan membatasi.”
Itu juga akan membuat mereka kehilangan salah satu adat olahraga. Bagi seorang pelari maraton, buang air di celana adalah simbol keberanian.
Reporter: Ielyfia Prasetio
Advertisement