Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Luar Negeri RI menjawab soal laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) soal isu Papua, sekaligus menyinggung Indonesia atas dugaan intimidasi dan kekerasan yang diterima aktivis HAM.
Dalam pernyataannya Kemlu RI mengecam segala bentuk intimidasi dan kekerasan yang dialami oleh aktivis HAM Papua.
Baca Juga
Pemerintah Indonesia lewat perwakilan tetapnya di New York juga telah menyampaikan penjelasan terkait tuduhan tersebut.
Advertisement
Berikut penyataan lengkap pemerintah Indonesia terkait dugaan intimidasi dan kekerasan yang disampaikan oleh Juru Bicara Kemlu RI Teuku Faizasyah kepada Liputan6.com pada Jumat (24/9/2021):
1. Laporan Tahunan Sekjen PBB yang disampaikan ke Dewan HAM pada 17 September 2021 adalah kompilasi aduan di bidang HAM yang diterima Sekjen PBB setiap tahunnya. Aduan terhadap Indonesia terkait tuduhan reprisal terhadap aktifis HAM.
2. Pada 12 Agustus 2021, Pemerintah RI melalui PTRI New York telah menyampaikan penjelasan terhadap tuduhan tersebut. Penjelasan Pemerintah juga sudah disampaikan pada Sidang Sesi ke-43 Dewan HAM di tahun 2020.
3. Dalam penjelasan Indonesia tersebut ditegaskan bahwa Indonesia tidak memberi ruang bagi praktek reprisals terhadap aktivis HAM seperti yang dituduhkan. Segala sesuatunya sudah didasarkan pertimbangan hukum.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pernyataan Selanjutnya
4. Bila didalami Laporan Sekjen telah memuat penjelasan pemerintah di maksud (butir 50 dari Annex I Laporan). Annex ini adalah bagian utuh dari keseluruhan proses yang berlaku di mekanisme HAM PBB.
5. Laporan Sekjen ini tidak menjadi bagian apapun dari proses persidangan SMU PBB ke-76 di New York. Tidak juga menjadi bagian dari pidato Sekjen PBB saat High Level Week SMU PBB ke-76.
6. Sebagai catatan saja, hampir seluruh dari ke-32 negara yang dilaporkan adalah negara berkembang. Sayangnya laporan tersebut luput menyoroti kejadian pelanggaran HAM di negara-negara maju, misalnya kasus-kasus ekstrimisme (far right movement), Islamophobia, rasisme dan diskriminasi maupun ujaran kebencian.
Advertisement