Liputan6.com, Tokyo - Lebih dari 20 negara setuju untuk menghentikan pembangkit listrik tenaga batu bara secara bertahap pada pembicaraan iklim PBB di Glasgow. Namun, Jepang tidak termasuk dan menjadi sebuah "lompatan mundur" untuk negara yang pernah memimpin Protokol Kyoto untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Pakta tersebut merupakan salah satu dari sejumlah janji yang dibuat pada KTT COP26 pada pekan lalu.
Jepang, importir bahan bakar fosil terkotor terbesar ketiga di dunia, menolak menandatangani karena perlu mempertahankan semua pilihannya untuk pembangkit listrik, kata para pejabat. Demikian seperti dikutip dari laman Channel News Asia, Selasa (9/11/2021).
Advertisement
Baca Juga
Kritikus menyebut keputusan itu picik, bahkan ketika perdana menteri baru, Fumio Kishida, telah setuju untuk meningkatkan tindakan lingkungan lainnya.
"Meskipun Perdana Menteri Kishida berjanji untuk mengarahkan peningkatan pendanaan ke pendanaan iklim, kami kecewa dia gagal mengatasi ketergantungan Jepang pada batu bara," kata Eric Christian Pedersen, kepala investasi yang bertanggung jawab di manajer dana Denmark Nordea Asset Management.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Kritik Terhadap Jepang
Kritik tersebut menyoroti perubahan keadaan Jepang. Sebelumnya, ia memimpin upaya perubahan iklim selama era Protokol Kyoto 1990-an, tetapi telah membakar lebih banyak batu bara dan bahan bakar fosil lainnya setelah bencana Fukushima 10 tahun yang lalu yang membuat banyak pembangkit nuklir menganggur.
China, sumber gas penyebab perubahan iklim terbesar di dunia, tidak menandatangani pakta tersebut dan Presiden Xi Jinping tidak menghadiri konferensi tersebut.
Negara itu mengatakan akan mengurangi penggunaan batu bara untuk listrik sebesar 1,8 persen selama lima tahun ke depan.
Advertisement