, Jakarta - Menurut sebuah daftar yang disusun analis bisnis, Verisk Maplecroft, dari 100 kota yang paling rentan oleh dampak krisis iklim di dunia, hanya satu yang bukan berada di Asia. Ibu kota Jakarta yang dibekap polusi dan rutin mengalami banjir atau gelombang panas, menempati urutan teratas.
Berdasarkan daftar tersebut, seperti dikutip dari DW Indonesia, Senin (22/11/2021), ketidaksiapan kota-kota di Asia menghadapi dampak krisis iklim. Selain Jakarta yang menempati urutan pertama, seperlima kota dalam daftar muram itu berada di India atau China.
Advertisement
Baca Juga
Di seluruh dunia, lebih dari 400 kota besar berpopulasi sekitar 1,5 miliar manusia menghadapi "risiko tinggi atau ekstrem" menyusul adanya kombinasi antara polusi, menyusutnya ketersediaan air, gelombang panas, bencana alam atau cuaca ekstrem.
Jakarta tergolong paling rawan lantaran kombinasi beragam masalah, seperti penurunan permukaan tanah dan minimnya infrastruktur pendukung. Saat ini diperkirakan sekitar 40% wilayah ibu kota berada di bawah permukaan laut.
Kota-kota di India menempati 13 dari 20 kota berisiko ekstrem. Ibu kota New Delhi misalnya berada di urutan kedua dari 576 kota.
"Kota-kota ini, adalah rumah bagi separuh populasi dunia dan motor kemakmuran, tapi saat ini pun mereka sudah dilanda kualitas udara yang buruk, kelangkaan air bersih dan bencana alam,” tulis Will Nichols, yang mengepalai penelitian.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
China Lebih Mudah
"Di banyak negara Asia, kota-kota ini menjadi semakin tidak ramah kehidupan, seiring meningkatnya tekanan populasi dan masalah lain yang diperparah krisis iklim, seperti polusi, cuaca ekstrem, yang mengancam kemampuan kota menjadi motor ekonomi nasional.”
Fenomena serupa menjamur di China. Dari 50 kota yang paling parah terdampak polusi air, 35 di antaranya berada di China. Sementara pada daftar 15 kota yang mengalami kelangkaan air, 13 di antaranya adalah kota di China.
Tapi setidaknya di China, "kebangkitan kelas menengah yang semakin menuntut kualitas udara yang bersih diikuti dalam program pemerintah,” kata Nichols. Hal ini pun termasuk langkah mitigasi menghadapi krisis iklim.
"Struktur pemerintahan China yang ketat memungkinkan pemerintah mengambil langkah dramatis seperti menutup pabrik untuk memenuhi sasaran emisi. Hal ini memberikan mereka peluang untuk bisa memitigasi risiko-risiko itu,” imbuhnya.
Indeks kota paling rentan dampak krisis iklim dibuat dengan menggunakan sejumlah indikator lingkungan dan kualitas hidup, termasuk potensi investasi, aset dan properti, serta kapasitas pemerintah lokal.
Advertisement