Liputan6.com, Jakarta - Kasus positif COVID-19 di dunia sedang meroket, meski angka kematian masih menurun. Ada total 315,3 juta kasus Virus Corona di dunia per Kamis (13/1/2022).
Selama 28 hari terakhir, ada total 42 juta kasus baru COVID-19 di dunia. Berikut lima negara dengan hitungan kasus tertinggi:
Advertisement
Baca Juga
1. Amerika Serikat: 12 juta kasus baru
2. Prancis: 4,2 juta
3. Inggris: 3,8 juta
4. Italia: 2,5 juta
5. Spanyol: 2,2 juta
Di Asia Tenggara, kasus baru terbanyak berasal dari Vietnam dengan 486 baru selama 28 hari. Sementara, Hong Kong menyetop dulu skeolah TK hingga SMA untuk mencegah penyebaran varian Omicron.
WHO berkata varian Omicron tidak separah Delta, tetapi meminta agar tak ada yang meremehkannya karena khawatir sistem kesehatan bakal kewalahan.
Total kematian terkait COVID-19 mencapai 5,5 juta di seluruh dunia, dan ada 181 ribu kematian dalam 28 hari terakhir.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Haruskah Samakan COVID-19 dengan Flu?
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa (12/1) mengatakan varian Omicron berada di jalur yang tepat untuk menginfeksi lebih dari separuh orang Eropa. Namun virus tersebut belum dapat dilihat sebagai penyakit endemik seperti flu.
Eropa mencatatkan lebih dari tujuh juta kasus baru yang dilaporkan terjadi pada minggu pertama 2022, lebih dari dua kali lipat selama dua minggu, Direktur WHO Eropa Hans Kluge mengatakan pada konferensi pers, sebagaimana dikutip dari Reuters.
"Pada tingkat ini, Institut Metrik dan Evaluasi Kesehatan memperkirakan bahwa lebih dari 50 persen populasi di wilayah tersebut akan terinfeksi omicron dalam 6-8 minggu ke depan," kata Kluge, merujuk pada pusat penelitian University of Washington.
Kluge mengatakan lima puluh dari 53 negara di Eropa dan Asia Tengah telah mencatat kasus varian COVID-19 yang lebih menular, demikian dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (12/1/).
Omicron mempengaruhi saluran pernapasan bagian atas lebih dari paru-paru, menyebabkan gejala yang lebih ringan daripada varian sebelumnya.
Namun WHO memperingatkan lebih banyak penelitian masih diperlukan untuk membuktikan hal tersebut.
Advertisement