Liputan6.com, Seoul - Korea Utara pada Sabtu, 1 Oktober 2022 menembakkan dua rudal balistik jarak pendek ke arah perairan timurnya, ungkap para pejabat Korea Selatan dan Jepang, yang menjadikannya peluncuran senjata putaran keempat Korea Utara dalam minggu ini -- yang dipandang sebagai respons terhadap latihan militer di antara saingannya.
Militer Korea Selatan mengatakan bahwa pihaknya mendeteksi dua peluncuran rudal Korea Utara yang berjarak 18 menit pada Sabtu pagi (1/10/2022), yang berasal dari wilayah ibu kota Korea Utara.
Baca Juga
Kementerian Pertahanan Jepang mengatakan bahwa pihaknya juga melihat peluncuran tersebut.
Advertisement
"Penembakan rudal balistik berulang kali oleh Korea Utara adalah provokasi besar yang merusak perdamaian dan keamanan di Semenanjung Korea dan di komunitas internasional," ujar Kepala Staf Gabungan Korea Selatan dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari ABC News.
Korea Selatan sangat mengecam peluncuran tersebut dan mendesak Korea Utara untuk berhenti menguji coba rudal balistik.
Toshiro Ino, wakil menteri pertahanan Jepang, menyebut peluncuran itu "benar-benar tidak dapat diterima."
Dia mengatakan bahwa empat putaran uji coba rudal oleh Korea Utara dalam seminggu "belum pernah terjadi sebelumnya."
Menurut perkiraan Korea Selatan dan Jepang, rudal Korea Utara meluncur sekitar 350-400 kilometer (220-250 mil) pada ketinggian maksimum 30-50 kilometer (20-30 mil), sebelum mendarat di perairan antara Semenanjung Korea dan Jepang.
Ino, wakil menteri Jepang, mengatakan bahwa rudal-rudal itu memiliki lintasan yang "tidak teratur".
Lima rudal balistik lainnya yang ditembakkan oleh Korea Utara pada tiga kesempatan minggu ini juga memperlihatkan lintasan rendah yang serupa.
Beberapa ahli mengatakan bahwa senjata itu adalah rudal bermuatan nuklir dan sangat bermanuver, yang dimodelkan setelah rudal Iskander Rusia.
Rudal mirip Iskander itu mampu menyerang sasaran strategis di Korea Selatan, termasuk pangkalan militer AS di sana.
Latihan Militer AS-Korsel
Peluncuran rudal pada Sabtu (1/10) itu terjadi sehari setelah Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat mengadakan latihan anti-kapal selam trilateral pertama mereka dalam lima tahun di lepas pantai timur Semenanjung Korea.
Awal pekan ini, kapal perang Korea Selatan dan AS melakukan latihan bilateral di daerah tersebut selama empat hari.
Kedua latihan militer minggu ini melibatkan kapal induk bertenaga nuklir, USS Ronald Reagan dan pasukan tempurnya.
Korea Utara memandang latihan militer tersebut sebagai latihan invasi di antara para rivalnya dan sering kali menanggapinya dengan uji coba senjatanya sendiri.
Uji coba rudal Korea Utara minggu ini juga dilakukan sebelum dan sesudah Wakil Presiden AS Kamala Harris mengunjungi Korea Selatan pada Kamis (29/9), dan menegaskan kembali komitmen AS yang "sangat kuat" terhadap keamanan sekutu-sekutunya di Asia.
Advertisement
Rekor Uji Coba
Tahun ini, Korea Utara telah melakukan rekor jumlah uji coba rudal dalam apa yang oleh para ahli disebut sebagai upaya untuk memperluas persediaan persenjataannya di tengah diplomasi nuklir yang terhenti dengan Amerika Serikat.
Senjata yang diuji coba tahun ini termasuk rudal berkemampuan nuklir yang mampu menjangkau daratan AS, Korea Selatan, dan Jepang.
Para pejabat Korea Selatan dan AS mengatakan Korea Utara juga telah menyelesaikan persiapan untuk melakukan uji coba nuklir, dimana uji coba itu akan menjadi yang pertama dalam lima tahun.
Para ahli mengatakan bahwa pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un pada akhirnya ingin menggunakan persenjataan nuklir yang diperbesar untuk mendesak Amerika Serikat dan pihak lain agar menerima negaranya sebagai negara nuklir yang sah, sebuah pengakuan yang dipandangnya perlu untuk memenangkan pencabutan sanksi internasional dan konsesi lainnya.
Beberapa resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa melarang Korea Utara menguji coba rudal balistik dan perangkat nuklir.
Perpecahan PBB
Peluncuran rudal negara tersebut tahun ini dipandang sebagai eksploitasi perpecahan di dewan PBB atas invasi Rusia ke Ukraina dan persaingan AS-China.
Pada Mei, China dan Rusia memveto upaya yang dipimpin AS untuk memperberat sanksi terhadap Korea Utara atas peluncuran rudal balistiknya.
"Uji coba rudal jarak pendek yang sering dilakukan Korea Utara mungkin membebani sumber daya negara yang terisolasi itu. Tetapi karena kebuntuan di Dewan Keamanan PBB," ujar Leif-Eric Easley, seorang profesor di Universitas Ewha di Seoul.
"Uji coba rudal jarak pendek itu merupakan cara berbiaya rendah bagi rezim Kim untuk menandakan ketidaksenangannya terhadap latihan pertahanan Washington dan Seoul sambil memainkan politik dalam negeri dalam melawan ancaman eksternal," kata Leif-Eric Easley, seorang profesor di Universitas Ewha di Seoul." tambahnya
Advertisement