Kala Vladimir Putin Nyetir Mercedes di Sisi Jembatan Krimea

Jembatan Krimea diledakkan di tengah perang Rusia-Ukraina.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 06 Des 2022, 17:33 WIB
Diterbitkan 06 Des 2022, 17:33 WIB
Presiden Rusia Vladimir Putin memantau Jembatan Krimea yang hancur.
Presiden Rusia Vladimir Putin memantau Jembatan Krimea yang hancur. Dok: Mikhail Metzel, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP

Liputan6.com, Krimea - Presiden Rusia Vladimir Putin terpantau mengunjungi Jembatan Krimea yang hancur akibat ledakan pada Oktober 2022. Jembatan itu adalah akses krusial menuju Krimea yang dianeksasi Rusia pada 2014. 

Ketika ledakan besar itu terjadi, para pendukung Ukraina tampak merayakannya di Twitter, meski belum jelas siapa sebenarnya pihak yang menjadi dalang ledakan itu. Rusia juga masih melakukan investigasi. 

Dilaporkan AP News, Selasa (6/12/2022), Vladimir Putin menyetir dari sisi jembatan tersebut pada Senin (5/12) waktu setempat. Presiden Rusia itu tampak naik Mercedes.

Mercedes sebenarnya menyetop penjualan di Rusia akibat invasi yang terjadi. Juru bicara pemerintah Rusia, Dmitry Peskov, menyebut Presiden Putin naik Mercedes karena mobil itu tersedia.

Saat berkendara, Vladimir Putin membahas proses reparasi Jembatan Krimea dengan deputi PM Marat Khusnullin yang mengurus proyek perbaikan.

Presiden Putin juga sempat berbincang dengan pekerja yang terlibat dalam reparasi jembatan sepanjang 19 kilometer ini.

Kehancuran jembatan itu turut berdampak kepada alur suplai Rusia selama perang, sebab Krimea merupakan salah satu pangkalan kunci operasi militer Rusia di Ukraina.

Untuk mengantisipasi serangan pihak Ukraina ke jembatan ini, Presiden Putin menekankan perlunya membangun jalan raya di sisi Laut Azov agar bisa menyambungkan Krimea ke daerah-daerah di selatan Rusia.

Sebelumnya, jembatan itu hancur karena serangan bom truk yang melewati jembatan tersebut. Pihak Rusia menyalahkan militer Ukraina atas serangan tersebut.

Rusia Kirim Rudal Gelombang ke-8 ke Ukraina

Ukraina Hadapi Suramnya Musim Dingin
Orang-orang berdiri di tengah pemadaman listrik setelah serangan roket Rusia di Kiev, Ukraina, Rabu (23/11/2022). Wali Kota Kyiv, Vitali Klitschko, mengatakan setidaknya 80% penduduk ibu kota tidak memiliki pasokan listrik atau air ledeng. (AP Photo/Andrew Kravchenko)

Rusia kembali menembakan rudal ke Ukraina. Gangguan listrik kembali dilaporkan di Ukraina, terutama di bagian timur.

Dilaporkan BBC, Selasa (6/12), pihak Ukraina berkata ada empat orang tewas dalam serangan terbaru ini. Serangan ini merupakan gelombang ke delapan dalam delapan pekan terakhir.  

Rusia berkata berhasil mengenai semua targetnya yang berjumlah 17 dalam serangan ini. Namun, Ukraina mengaku telah menangkal 60 dari 70 rudal yang ditembakkan Rusia.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berkata serangan Rusia turut mengenai persediaan listrik di Moldova. Aksi Rusia tersebut disebutnya sebagai serangan teroris.

"Ini sekali lagi membuktikan kemampuan Rusia untuk melaksanakan serangan-serangan teroris yang masif adalah ancaman yang tak hanya kepada Ukraina, tetapi ke seluruh kawasan," ujar Presiden Volodymyr Zelensky pada Senin malam.

Sebelumnya, serangan-serangan Rusia mengenai grid energi Ukraina. Jutaan orang pun kehilangan listrik dan penghangat, padahal musim dingin sedang tiba. Namun, serangan pekan ini tak separah yang sebelumnya.

Peringatan terhadap serangan Rusia ini telah beredar selama beberapa hari. Serangan terjadi beberapa jam setelah ada ledakan di dua pangkalan udara di Rusia. Pemerintah Rusia menyalahkan drones Ukraina.

Menteri Pertahanan Rusia berkata ada tiga prajurit tewas dan dua pesawat rusak ringan akibat ledakan tersebut. Pihak Ukraina belum berkomentar mengenai hal ini.

BBC mencatat serangan skala besar kepada power grid di Ukraina terjadi sejak 10 oktober. Sejak itu, sekitar setengah infrastruktur energi Ukraina telah rusak dan berdampak ke jutaan warga Ukraina.

Kanselir Jerman Olaf Scholz Bakal Terus Berunding dengan Putin hingga Rusia Mundur dari Ukraina

Presiden Rusia Vladimir Putin Peringatkan Tak Ragu Pakai Senjata Nuklir Lawan Ukraina
Presiden Rusia Vladimir Putin memegang teropong saat menonton latihan militer Center-2019 di lapangan tembak Donguz dekat Orenburg, Rusia, 20 September 2019. Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan bahwa dia tidak akan ragu menggunakan senjata nuklir untuk menangkal upaya Ukraina merebut kembali kendali atas wilayah yang didudukinya yang akan diserap Moskow. (Alexei Nikolsky, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP, File)

Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan pada Minggu 4 Desember 2022 merupakan sebuah kesalahan besar untuk berhenti berbicara sama sekali dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dilansir VOA Indonesia, Senin (5/12), Scholz menyampaikan hal itu setelah dirinya dan Putin berbincang melalui sambungan telepon Jumat 2 Desember lalu untuk mendiskusikan invasi Rusia ke Ukraina yang masih berlanjut. 

"Itu sebabnya penting bagi presiden Prancis dan saya, sebagai perwakilan negara-negara G7 dan dua negara anggota NATO, untuk kembali mengupayakan dialog. Namun, tanpa ilusi," kata Scholz pada sebuah upacara penganugerahan penghargaan Hadiah Marion Doenhoff yang tahun ini diberikan kepada Irina Scherbakowa, pendiri organisasi HAM Rusia Memorial.

Scholz mengatakan dirinya membahas serangan Rusia terhadap infrastruktur energi Ukraina dan perlunya pasukan Rusia untuk mundur dari Ukraina dalam pembicaraan telepon itu.

"Saya akan terus melakukannya, berapa lama pun perbincangan itu berlangsung," tambah Scholz.

Dalam pidatonya sebelum menyerahkan hadiah itu kepada Scherbakowa, Scholz memuji perjuangan perempuan itu dan bahwa hadiah itu diberikan kepadanya untuk mewakili semua warga Rusia yang dapat membayangkan "masa depan Rusia yang berbeda, lebih baik dan lebih cerah."

Memorial juga menerima Hadiah Nobel Perdamaian tahun ini bersama dengan pegiat hak asasi manusia asal Belarusia Ales Bialiatski dan organisasi HAM Ukraina Center for Civil Liberties.

Joe Biden Siap Duduk dengan Vladimir Putin

Ekspresi Vladimir Putin saat Perayaan 8 Tahun Rusia Merebut Krimea
Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan pidatonya pada konser perayaan delapan tahun referendum tentang status negara bagian Krimea dan Sevastopol serta penyatuannya kembali dengan Rusia, di Moskow, Rusia (18/3/2022). (Ramil Sitdikov/Sputnik Pool Photo via AP)

Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Joe Biden berkata siap duduk bersama Presiden Rusia Vladimir Putin. Niat Presiden Biden dapat membuka potensi perdamaian antara Rusia dan Ukraina yang berperang sejak Februari 2022.

"Saya siap berbicara dengan Mr. Putin jika faktanya ada ketertarikan dari dirinya bila ia mencari cara untuk mengakhiri perang ini," ujar Presiden AS Joe Biden, dikutip Sabtu (3/12). 

Ucapan itu diberikan Presiden Biden saat melaksanakan konferensi pers bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron yang berkunjung ke Gedung Putih. 

Presiden Joe Biden berkata akan berkonsultasi dengan sekutu AS terkait perbincangan dengan Presiden Vladimir Putin. 

"Saya akan senang untuk duduk dengan Putin untuk mengetahui apa yang ia pikirkan, lanjut Presiden Biden. 

Meski demikian, Presiden Prancis Emmanuel Macron menegaskan tidak akan mengabaikan Ukraina dalam perbincangan damai ini. Presiden Macron menyebut tidak mau apabila Ukraina harus dipaksa untuk menyetujui syarat yang tak mereka inginkan.

"Kami tidak akan pernah membuat Ukraina membuat kompromi yang tidak bisa diterima oleh mereka," ujar Presiden Macron.

Selama berbulan-bulan ini, Ukraina masih terus menolak berkompromi dengan Rusia. Ukraina menuntut agar Rusia angkat kaki dari semua wilayah Ukraina jika ingin bernegosiasi.

Konflik pun semakin rumit setelah Rusia menganeksasi sejumlah wilayah Ukraina. Empat wilayah tersebut adalah Donetsk, Kherson, Luhansk dan Zaporizhzhia. Ukraina berhasil memukul mundur Rusia dari Kherson, dan berambisi merebut daerah-daerah lain.

Infografis Rusia Didepak dari Dewan HAM PBB
Infografis Rusia Didepak dari Dewan HAM PBB (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya