Liputan6.com, Kuala Lumpur - Seorang mahasiswa kedokteran enggan meminta lebih banyak uang ke orang tuanya sehingga memilih mengambil sisa makanan. Pasalnya, biaya kuliah menjadi dokter sudah mahal.
Hal ini terjadi pada seorang mahasiswa di negeri jiran Malaysia. Kasus diungkit oleh aktivis sosial dan mantan polisi Uncle Kentang.
Advertisement
Baca Juga
Dilaporkan Says.com, Jumat (6/1/2022), Uncle Kentang mengaku mendapat laporan terkait seorang pemuda yang biasa menunggu di depan restoran cepat saji KFC. Ia datang pada pukul 21.00 untuk melihat apakah ada makanan sisa.
Beberapa staf restoran yang simpatik mau memberikan makanan sisa untuk mahasiswa tersebut. Mahasiswa berusia 20-an itu lantas diajak bertemu dengan Uncle Kentang.
Pada postingannya di Facebook, Uncle Kentang berkata ayah dari mahasiswa itu adalah pekerja paruh-waktu, sementara ibunya adalah ibu rumah tangga.
Mahasiswa itu merupakan seorang mahasiswa tahun kedua di univeritas swasta. Uncle Kentang berkata ia masih harus kuliah 3,5 tahun lagi.
Pada kelulusan SMA dulu, nilai-nilai mahasiswa itu disebut bagus, yakni 11 nilai A di ujian nasional (SPM). Murid SMA Malaysia bisa mengambil maksimal 12 mata pelajaran untuk SPM.
Ia sudah mendapat beasiswa dari Perbadanan Tabung Pendidikan Tinggi Nasional (PTPTN) sejumlah 250 ribu ringgit (Rp 890 juta), akan tetapi biaya kuliahnya mencapai 270 ribu ringgit (Rp 961 juta). Biaya hidup yang mahasiswa itu dapatkan dari keluarganya adalah 100 ringgit per bulan (Rp 359 ribu). Selain itu, ia juga punya kakak yang kuliah teknik di universitasnya.
Uncle Kentang lantas mengajak netizen untuk membantu mahasiswa ini. Sejumlah netizen berkata ingin donasi, meski ada juga yang bertanya-tanya kenapa mahasiswa itu kuliah swasta, padahal bisa ke kampus negeri.
Ada yang menyarankannya untuk mencari kerja sambilan. Meski begitu, ada juga netizen yang menyebut sulit untuk kerja sambilan saat kuliah kedokteran, sebab harus fokus belajar.
1 ringgit: Rp 3.560
Menkes Budi Bakal Siapkan 2500 Beasiswa Kedokteran untuk Penuhi Jumlah Dokter Spesialis
Di dalam negeri, Indonesia saat ini tengah krisis ketersediaan dokter spesialis, seperti diungkap Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. Krisis tersebut disebabkan oleh angka produksi dokter yang kurang serta tidak meratanya distribusi dokter spesialis ke seluruh fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) di Tanah Air.
Menkes mengatakan, perlu pembaharuan sistem guna meningkatkan jumlah dokter spesialis.
"Krisis dokter spesialis ini tidak cukup mampu untuk melayani kebutuhan layanan kesehatan seluruh masyarakat Indonesia. Maka dari itu kita butuh melakukan pembaharuan sistem untuk meningkatkan jumlah produksi serta upaya pemerataan dokter spesialis di seluruh kabupaten/kota di Indonesia,” ungkap Menkes Budi dalam Dialog Pertemuan Koordinasi dan Evaluasi Pendayagunaan Dokter Spesialis di Jakarta pada Selasa (13/12).
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), rasio kebutuhan dokter untuk warga negara Indonesia adalah 1:1000. Sedangkan rasio untuk negara maju ada di angka 3:1000 dokter, bahkan beberapa negara berupaya mencapai rasio sebanyak 5:1000 dokter.
Upaya pemenuhan ini dilakukan melalui Academic Health System (AHS). Bertujuan memastikan lebih banyak dokter yang terfasilitasi untuk bisa mengenyam pendidikan dokter spesialis berbasis universitas (university based). Serta didukung pula melalui sistem baru yakni pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit (hospital based).
Menkes Budi menjelaskan bahwa pembentukan konsep pendidikan dokter spesialis melalui hospital based dapat memungkinkan adanya sistem pembayaran gaji bagi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) untuk mendukung upaya produksi dan pemerataan dokter spesialis.
“Konsep pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit juga memungkinkan adanya sistem pembayaran gaji bagi peserta PPDS untuk mendukung perbanyakan produksi dan pemerataan dokter spesialis. Objektifnya bukan untuk mengurangi produksi dalam sistem universitas melainkan untuk membuka peluang baru dan menambah jumlah produksinya melalui sistem pendidikan berbasis rumah sakit.” ujar Menkes Budi.
Advertisement
Beasiswa
Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Keuangan terus berupaya meningkatkan jumlah penerima beasiswa pendidikan dokter spesialis. Dari yang semula 300, menjadi 600 di tahun 2022, menjadi 1.600 di tahun 2023, dan tahun 2024 akan disediakan sebanyak 2500 beasiswa untuk dokter spesialis, sub-spesialis, termasuk fellowship lulusan luar negeri.
Hal ini merupakan implementasi dari transformasi sistem kesehatan pilar kelima yakni transformasi Sumber Daya Manusia Kesehatan.
Adanya beasiswa pendidikan ini dapat mempercepat pemenuhan jumlah tenaga kesehatan khususnya dokter spesialis yang nantinya dapat tersebar secara merata di seluruh pelosok Tanah Air.
“Semua ini kita upayakan agar masyarakat Indonesia mendapat layanan kesehatan yang lebih baik kedepannya.” tutup Menkes.
Target Pemenuhan Dokter
Sebelumnya, Menkes Budi juga telah memastikan bakal memenuhi kebutuhan jumlah dokter di Indonesia.
"Jadi rumah sakit umum daerah pasti akan aku isi, fasilitasnya aku isi, dan SDM-nya aku kasih beasiswa, beasiswanya bisa fellowship," kata Menkes Budi dalam kunjungannya ke RSUD Dr Moewardi, Solo, Sabtu, 10 Desember 2022.
Percepatan pemenuhan dokter spesialis dilakukan dalam masa jabatannya yang tersisa 1 tahun 11 bulan.
“Supaya lebih cepat karena waktu saya (sebagai Menkes) tinggal 1 tahun 11 bulan,” ungkapnya.
Upaya pemenuhan dokter spesialis dan fasilitas penunjang dilakukan sebagai bentuk transformasi sistem kesehatan Indonesia. Hal itu sesuai mandat dari Presiden RI Joko Widodo untuk melakukan transformasi kesehatan besar-besaran.
Advertisement