Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin membeberkan alasan Indonesia tidak menerapkan tes PCR untuk turis China yang datang. Dalam hal ini, tidak ada pengetatan khusus terkait syarat perjalanan untuk pelaku perjalanan dari China.
Padahal, sejumlah negara lain mulai mengetatkan protokol kesehatan bagi pelancong dari China, bahwa seluruh pelaku perjalanan dari Negeri Tirai Bambu harus melampirkan hasil tes PCR negatif untuk masuk ke negara yang dituju.
Baca Juga
Menurut Budi Gunadi, Indonesia tidak perlu khawatir dengan kedatangan pelancong dari China meski terjadi lonjakan kasus COVID-19 di sana. Pengetatan syarat perjalanan dinilai belum perlu dilakukan walaupun penyebaran varian virus Corona baru di China seperti BA.5 dan BF.7 marak terjadi.
Advertisement
"Kita, Alhamdulillah, rejeki anak sholeh. Imunitas penduduk kita luar biasa kuat," ungkapnya usai 'Penandatanganan MoU Transformasi Kesehatan antara Kementerian Kesehatan - Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah' di Gedung PP Muhammadiyah Jakarta baru-baru ini.
"Kombinasi dari vaksinasi dan infeksi, jadi ada secara buatan kita suntik, tapi ada secara alamiah memang terjadi (kekebalan dari infeksi COVID-19)."
Ditegaskan pula, lonjakan COVID-19 bukan karena mobilitas yang tinggi, melainkan adanya varian virus Corona. Hal itu berdasarkan data saintifik dari berbagai negara termasuk pengalaman pandemi COVID-19 di Indonesia.
"Memang lonjakan COVID-19 itu disebabkan oleh varian-varian (baru). Data scientific-nya begitu. Bukan oleh mobilitas atau pergerakan, itu minor. Tapi faktor risiko paling besar adalah varian baru," jelas Menkes Budi Gunadi.
Tiga Varian Corona dari China
Berkaitan dengan varian virus Corona baru dari China, Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, sudah terdeteksi di Indonesia. Ada tiga varian baru 'anakan' Omicron, yakni BA.5.2, BA.2.75, dan BF.7.
"Varian baru yang ada di China sebenarnya ada tiga, itu BA.5.2, BA.2.75 sama BF 7. Untuk informasi teman-teman, tiga-tiganya sudah masuk ke Indonesia. Yang terakhir BF.7 masuknya 14 Juli 2022 dari Bali," ujarnya.
"Untuk yang BA.5.2 dan BA.2.75 itu sudah naik tinggi (di Indonesia). Yang BF.7 di kita tidak ada pergerakan yang berarti."
Adanya penyebaran ketiga varian COVID-19 dari China di atas, menurut Menkes Budi Gunadi, memang perlu diwaspadai. Meski begitu, dengan adanya varian baru tersebut, ia optimistis pertahanan tubuh masyarakat Indonesia mampu efektif lantaran imunitas terhadap virus SARS-CoV-2 sudah tinggi.
"Nah, Indonesia BA.5 itu paling kuat, kedua BA.2.75, yang kalah BF.7. Kalau di China, BA.5 sebenarnya kuat dan BF.7 kuat, kemudian baru BA.2.75," pungkasnya.
"Dari situ membuktikan apa? Bahwa memang varian-varian baru itu enggak bisa menembus sistem pertahanan masyarakat kita."
Advertisement
Negara yang Wajibkan Tes PCR untuk Turis China
Adapun beberapa negara yang mewajibkan tes PCR bagi turis China, antara lain Amerika Serikat (AS) dan Inggris. Kemudian Jepang dan Italia juga mewajibkan pengujian pada saat kedatangan dan karantina bagi mereka yang dinyatakan positif.
Maroko, bahkan telah memutuskan untuk melarang masuknya semua pelancong yang datang dari China secara langsung dalam langkah yang akan mulai berlaku pada Selasa 3 Januari 2023.
Secara rinci, negara-negara yang sejauh ini telah mengumumkan pembatasan mereka sendiri terhadap pelancong dari China, dikutip dari berbagai sumber, Kamis (5/1/2023), di antaranya:
1. Italia
Italia termasuk yang pertama mengumumkan persyaratan masuk baru untuk pelancong yang datang dari China, dengan menteri kesehatannya mengumumkan pada 28 Desember 2022 bahwa semua penumpang maskapai akan dikenakan pengujian wajib pada saat kedatangan.
Italia adalah negara Eropa pertama dan satu-satunya yang membutuhkan pengujian semacam itu sejauh ini. Di antara salah satu penerbangan pertama yang diuji, lebih dari sepertiga penumpangnya dinyatakan positif COVID-19. Pada penerbangan lain, separuh penumpang dinyatakan positif.
Negara yang Wajibkan Tes PCR untuk Turis China
2. Amerika Serikat
Pada 28 Desember 2022, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengumumkan, bahwa AS akan memanggil kembali pelancong yang datang dari China, Hong Kong, dan Makau karena menunjukkan tes COVID-19 dengan hasil negatif yang dilakukan tidak lebih dari dua hari sebelum keberangkatan mereka.
Pembatasan baru, yang mulai berlaku pada 3 Januari 2023, terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran atas kurangnya pengungkapan China tentang wabahnya dan kegagalannya untuk melacak dan mengurutkan varian secara memadai di dalam negeri.
"Varian virus SARS-CoV-2 terus bermunculan di negara-negara di seluruh dunia," kata CDC dalam pengumumannya.
“Namun, penolakan pengujian dan pelaporan kasus di [Republik Rakyat Tiongkok] dan pembagian data sekuens genomik virus yang minimal dapat menunda bantuan varian baru yang menjadi perhatian jika muncul.”
3. Prancis
Mulai 5 Januari 2023, Pemerintah Prancis mengumumkan akan melarang pelancong dari China menunjukkan tes COVID-19 dengan hasil negatif tidak kurang dari 48 jam sebelum penghentian. Penumpang juga diharuskan memakai masker pada penerbangan dan menjalani tes acak pada saat kedatangan.
Advertisement
Negara yang Wajibkan Tes PCR untuk Turis China
4. Inggris
Mulai 5 Januari 2023, pelancong dari Tiongkok ke Inggris akan diminta untuk menunjukkan tes COVID-19 dengan hasil negatif yang dilakukan tidak lebih dari dua hari sebelum keberangkatan. Selain itu, sampel penumpang juga akan diuji pada saat kedatangan.
"Keputusan telah diambil untuk memperkenalkan langkah-langkah ini khusus untuk kedatangan China karena kurangnya informasi kesehatan komprehensif yang dibagikan oleh China," kata departemen kesehatan negara itu dalam sebuah pernyataan.
"Jika ada peningkatan dalam berbagi informasi dan transparansi yang lebih besar maka tindakan sementara akan ditinjau kembali."
5. Spanyol
Mulai 3 Januari 2023, Pemerintah Spanyol akan mewajibkan pelancong yang datang dari Tiongkok untuk memberikan tes COVID-19 dengan hasil negatif atau bukti pemutusan hubungan kerja. Untuk yang terakhir, Madrid mengatakan akan menerima vaksin apa pun yang diakui oleh Organisasi Kesehatan Dunia, termasuk Sinovac dan Sinopharm buatan China.
Tentang populasi China — lebih dari 250 juta orang — belum menerima dosis ketiga vaksin COVID-19. Angka ini meningkat menjadi 60 persen bagi mereka yang berusia 80 tahun ke atas.