Liputan6.com, Berlin - Kecurigaan dialamatkan kepada Rusia atas dugaan serangkaian sabotase dan spionase di Eropa Barat tahun lalu. Tindakan tersebut terjadi pasca peristiwa yang merugikan kepentingan Moskow.
Pada September 2022, ledakan mengguncang Laut Baltik, membuat pipa gas Nord Stream Rusia tidak lagi dapat digunakan. Tanpa bukti, Kremlin menuduh Inggris sebagai dalang di balik sabotase tersebut.
Baca Juga
Sebaliknya, Ukraina dan Polandia menyalahkan Rusia. Tapi, mereka juga tidak punya bukti.
Advertisement
Kemudian pada Oktober, Jembatan Selat Kerch dibom, mengganggu aksesibilitas Rusia ke Krimea yang dianeksasinya. Moskow menuding intelijen militer Ukraina sebagai pelakunya. Demikian seperti dikutip dari Al Jazeera, Selasa (17/1/2023).
Sehari setelah pengeboman Jembatan Selat Kerch, serangkaian "kemungkinan" yang menargetkan Barat pun terjadi.
Pertama, kereta api yang melintasi Jerman utara dilaporkan terhenti setelah kabel yang memungkinkan masinis berkomunikasi disabotase.
"Jelas bahwa ini adalah tindakan yang ditargetkan dan jahat," ungkap Menteri Transportasi Jerman Volker Wissing, tanpa mengidentifikasi siapa yang harus bertanggung jawab.
Dua hari kemudian, Pulau Bornholm di Denmark gelap gulita setelah kabel bawah laut yang memasok listrik dari Swedia putus.
Pada 19 Oktober, kabel internet di tiga lokasi di selatan Prancis putus secara bersamaan. Penyedia layanan internet, Free, mengunggah foto-foto kabel yang putus, menyebut peristiwa itu sebagai "vandalisme". Sebelumnya, tepatnya pada April, Prancis juga mengalami hal serupa.
Pada bulan yang sama, otoritas keamanan domestik Norwegia mengatakan, mereka sedang menyelidiki drone mencurigakan yang diterbangkan di dekat bandara dan infrastruktur energi. Lalu pada Desember, Lithuania melaporkan peningkatan penerbangan drone ilegal di situs-situs militernya.
"Di salah satu fasilitas militer, tercatat lebih banyak pelanggaran dalam satu bulan tahun ini dibandingkan sepanjang tahun lalu," kata angkatan bersenjata Lithuania.
Unit 29155
Kecurigaan terhadap berbagai dugaan sabotase dan spionase ini utamanya ditujukan kepada Unit 29155, cabang dari Staf Umum Angkatan Bersenjata Rusia, yang terdiri dari agen intelijen rahasia yang beroperasi di luar negeri.
"Dari semua catatan yang ada, Unit 29155 telah berdiri setidaknya sejak 2009. Terdiri dari sejumlah kecil personel, mungkin sekitar 200, dengan tambahan 20-40 petugas operasi," klaim profesor studi intelijen dan keamanan di Coastal Carolina University Joseph Fitsanakis.
Menurut Fitsanakis, unit tersebut berasal dari jaringan agen Uni Soviet, yang kadang-kadang ditugaskan untuk mengembangkan dan memelihara rencana sabotase skala besar di belakang garis musuh.
"Termasuk tindakan sabotase terhadap jaringan listrik, utilitas publik, pelabuhan sipil atau militer, sistem telekomunikasi," kata dia kepada Al Jazeera.
"Mengingat misinya dan catatan kuat aktivitasnya menjelang perang Ukraina, tidak ada keraguan bahwa Unit 29155 sangat terlibat dalam operasi hibrida Rusia hari ini," ungkap Fitsanakis. "Beberapa contoh sabotase yang menargetkan utilitas dan jaringan transportasi Barat di Polandia, Skandinavia, Prancis, dan Jerman memiliki ciri khas operasi Unit 29155."
Faktanya, kata Fitsanakis, "Justu akan sangat mengejutkan jika Unit 29155 tidak diaktifkan selama invasi Rusia ke Krimea serta menjelang perang terbaru."
Analis di the Hague Centre for Strategic Studies Arthur PB Laudrain menuturkan bahwa meskipun sulit membuktikan keterlibatan Rusia, tapi level profesionalisme sabotase di Prancis sangat menggambarkan keterlibatan aktor negara.
"Dalam serangan pada April (di Prancis), Anda harus mencapai beberapa titik akses di sepanjang jalur rel atau jalan raya. Para pelaku tahu apa yang mereka lakukan untuk memaksimalkan kerusakan dan mereka tidak hanya memotong titik-titik tertentu tetapi juga melepaskan bagian kabel, yang membuatnya lebih sulit untuk diperbaiki," kata Laudrain.
Advertisement
Aktivitas Militer Rusia di Dekat Kabel Bawah Laut Meningkat
Serangkaian insiden di Eropa Barat telah menggarisbawahi kerentanan komunikasi digital dan infrastruktur energi terhadap serangan serta potensi gangguan ekonomi yang serius di negara-negara yang mendukung Ukraina.
"Secara internasional, dalam beberapa tahun terakhir, NATO dan kelompok lain telah menyuarakan keprihatinan tentang peningkatan aktivitas militer Rusia di dekat kabel bawah laut," kata pendiri Global Cyber Strategies Justin Sherman.
Setahun yang lalu, Kepala Staf Pertahanan Inggris Tony Radakin memang telah memperingatkan tentang peningkatan aktivitas kapal selam Rusia di dekat kabel data.
Respons Eropa
Pada tahun 2020, NATO membentuk dua komando baru di Ulf, Jerman, dan Norfolk, Inggris, untuk memantau aktivitas kapal selam di Laut Utara dan Laut Baltik. Lalu pada Oktober lalu, Prancis mengatakan telah membeli armada kendaraan bawah air tak berawak demi perlindungan yang lebih baik terhadap kabel bawah laut.
Pada 22 November, polisi Swedia menangkap tersangka mata-mata Unit 29155 Elena Kulkova dan Sergey Skvortsov di Stockholm dan menuduh mereka melakukan spionase. Pasangan Rusia itu tinggal di Swedia sejak 1997 dan telah diawasi selama bertahun-tahun.
Di Norwegia, Perdana Menteri Jonas Gahr Støre telah menyatakan bahwa dia meningkatkan kesiapan angkatan bersenjata.
"Kami berada dalam situasi paling serius dengan kebijakan keamanan dalam beberapa dekade terakhir… ketegangan yang meningkat berarti kami lebih rentan terhadap ancaman dan intelijen serta pengaruh. Ini mengharuskan semua negara NATO untuk lebih waspada," katanya pada Oktober.
Advertisement