Pro-Kontra Pemusnahan Jutaan Kanguru di Australia, Antara Kebutuhan atau Brutalisme

Australia menghadapi pro dan kontra terkait pemusnahan kanguru. Kebutuhan atau praktik brutal?

oleh Liputan6.comHariz Barak diperbarui 02 Apr 2023, 15:00 WIB
Diterbitkan 02 Apr 2023, 15:00 WIB
Kanguru di Healesville Sanctuary Park. (Liputan6.com/Tanti Yulianingsih)
Kanguru di Healesville Sanctuary Park. (Liputan6.com/Tanti Yulianingsih)

Liputan6.com, Canberra - Australia menghadapi pro dan kontra terkait pemusnahan kanguru, yang dinilai para advokat sebagai kebutuhan sedangkan aktivis menentangnya sebagai praktik brutal untuk melayani kepentingan komersial.

Negara-negara bagian di Australia memiliki kuota jumlah kanguru yang dapat dibunuh secara legal.

Angka pemerintah terbaru menunjukkan bahwa lebih dari 36 juta kanguru dan walaru yang tunduk pada pengendalian populasi berada di lima negara bagian yang mengizinkan pemanenan komersial, yaitu New South Wales, Queensland, Victoria, Australia Selatan, dan Australia Barat, menurut laporan CNN.

Tahun ini, negara bagian tersebut memiliki kuota kolektif yang memungkinkan sekitar 5 juta ekor terbunuh, kata laporan itu sebagaimana diwartakan Anadolu, dikutip dari Antara (2/4/2023).

Menurut data dari Departemen Perubahan Iklim, Energi, Lingkungan, dan Air Australia, angka pemusnahan kanguru dalam beberapa tahun terakhir jauh di bawah batas yang ditetapkan.

Sebagian besar pemusnahan dilakukan oleh pemburu berlisensi, seringkali dengan menyorotkan cahaya terang ke mata kanguru di malam hari, hingga menyebabkan kebutaan sementara, kata laporan itu. Sebagian warga Australia percaya bahwa mengendalikan populasi kanguru sangat penting untuk melindungi spesies lain.

Mereka mendukungnya sebagai kebutuhan ekologis dan lingkungan.

"Mereka hewan yang luar biasa. Mereka adalah ikon nasional … tetapi program konservasi pemerintah ini dilakukan untuk memastikan hasil yang lebih baik bagi kesejahteraan dan kesehatan mereka," kata pejabat eksekutif Kangaroo Industry Association of Australia (KIAA) Dennis King.

Simak video pilihan berikut:

Kebutuhan untuk Pengendalian Jumlah Kanguru

Red Kangoroo atau kanguru merah di Healesville Sanctuary Park. (Liputan6.com/Tanti Yulianingsih)
Red Kangoroo atau kanguru merah di Healesville Sanctuary Park. (Liputan6.com/Tanti Yulianingsih)

Rebecca Vassarotti, menteri lingkungan untuk Wilayah Ibu Kota Australia, menegaskan kembali bahwa jumlah kanguru harus dikendalikan untuk melindungi spesies terancam punah lainnya, menurut laporan tersebut.

"Kita memiliki ngengat tanpa mulut, kita memiliki naga tanpa telinga, dan kita memiliki kadal tanpa kaki, dan mereka sangat penting bagi ekosistem. Jadi kita harus melakukan pengelolaan sistem tersebut dan terutama memastikan bahwa kita mempertahankan populasi kanguru yang berkelanjutan," tutur dia.

Di lain pihak, para aktivis berpendapat bahwa kanguru Australia dibunuh untuk diambil daging dan kulitnya.

Mark Pearson, mantan anggota Parlemen New South Wales yang mewakili Partai Keadilan Hewan, mengatakan populasi kanguru dapat diatur dengan membiarkannya pada keadaan alaminya.

Dia menyebut kebijakan pemusnahan pemerintah sangat buruk dan kejam, menurut laporan itu. Penentang praktik tersebut telah melobi untuk larangan impor produk kanguru di AS, Uni Eropa, dan negara-negara Asia.

Kulit Kanguru

Ilustrasi kanguru (iStock)
Ilustrasi kanguru (iStock)

Aktivis mengklaim bahwa keputusan baru-baru ini oleh dua produsen pakaian dan alas kaki terkenal dunia untuk berhenti menggunakan kulit kanguru adalah karena upaya lobi mereka.

Pemerintah Australia, sementara itu, melanjutkan pembicaraan dengan beberapa negara Asia untuk meningkatkan ekspor kanguru.

Produk kanguru juga merupakan bagian dari negosiasi untuk kesepakatan perdagangan bebas Australia-EU, kata laporan CNN.

Pemerintah Australia juga telah mengirim utusan ke pejabat tinggi AS dan legislator di beberapa negara bagian untuk meyakinkan mereka tentang keberlanjutan industri dan standar kesejahteraan hewan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya