Liputan6.com, Jakarta Pejabat tinggi di Sekretariat ASEAN menegaskan bahwa blue economy (ekonomi biru) merupakan prioritas Indonesia di ASEAN 2023. Kebijakan terkait blue economy juga mencakup isu offshore mining.
"Kabar baiknya adalah rencana blue economy merupakan prioritas ekonomi di bawah keketuaan Indonesia. Jadi sebagaimana kita berbicara saat ini, ASEAN sedang membangun rencana blue economy kami," ujar Satvinder Singh, Deputy Secretary-General for ASEAN Economic Community, pada acara penjabaran hasil KTT ASEAN ke-42, Senin (15/5/2023).
Baca Juga
"Ini rencana yang komprehensif," ia menambahkan.
Advertisement
Sing berkata perencanaan blue economy ini dibuat oleh pihak ASEAN bersama pakar dari kementerian-kementerian terkait, serta Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA).
Isu-isu yang dibahas termasuk transportasi laut, shipping, pelabuhan, energi, pertambangan offshore, hingga perlindungan perairan. Singh juga menegaskan betapa pentingnya isu lautan bagi ASEAN karena kawasan ini dikelilingi samudera.
Pada 1 Maret 2023, Kementerian PPN/Bappenas turut menggelar dialog dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan ERIA terkait ekonomi biru.
“Sebagian besar negara anggota ASEAN masih berjuang untuk keluar dari middle income trap, maka ASEAN membutuhkan mesin pertumbuhan baru yang inklusif dan berkelanjutan. Ekonomi biru adalah potensi yang bisa kita manfaatkan bersama,” ujar Deputi Amalia, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti, dilansir situs Bappenas.
Negara-negara ASEAN telah menyepakati Declaration on Blue Economy pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-38 dan ke-39 pada 2021.
Pada Maret 2023, pihak Bank Dunia juga mengumumkan pendanaan US$210 juta untuk mendukung program blue economy di Indonesia.
Proyek bernama Oceans for Prosperity Project (LAUTRA) itu bertujuan memperkuat manajemen biodiversitas laut Indonesia dan meningkatkan perlindungan ke area-area laut yang dilindungi.
Tekankan Kolaborasi, Menlu Retno Bawa Hasil KTT ke-42 ASEAN dalam Pertemuan Indo-Pasifik di Swedia
Usai penyelenggaraan KTT ke-42 ASEAN, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi tiba di Stockholm, Swedia pada Sabtu (13/5/2023). Dalam kesempatan itu, Retno mewakili Indonesia yang diundang sebagai salah satu pembicara dalam Pertemuan Indo-Pacific Ministerial Forum yangdiselenggarakan oleh Uni Eropa.
Pertemuan European Union Indo-Pacific Ministerial Forum merupakan kelanjutan dari pertemuan sebelumnya yang dilakukan di Paris. Dalam kesempatan itu, Indonesia juga diundang untuk menjadi salah satu pembicara.
Dalam kunjungannya ke Swedia tersebut, Retno membawa hasil KTT ke-42 ASEAN dan menyampaikan empat poin penting dalam acara tersebut.
"Pertama, saya menyampaikan bahwa kolaborasi di Indo-Pasifik merupakan salah satu isu yang dibahas di KTT ke-42 ASEAN," ujar Retno dalam press briefing yang disiarkan Sabtu (13/5).
"Saya sengaja menekankan kata "kolaborasi" karena inilah yang memang diinginkan dan disampaikan selama KTT ASEAN. ASEAN tidak ingin melihat Indo-Pasifik menjadi teater rivalitas kekuatan besar," tambahnya lagi.
Maka dari itu, Retno mengajak seluruh negara untuk bekerja sama dalam memastikan kawasan Indo-Pasifik menjadi kawasan yang damai dan sejahtera, termasuk upaya yang harus dilakukan melalui forum ini.
"Jadi forum ini harus membahas upaya kerja sama dan kolaborasi untuk menjadikan kawasan Indo-Pasifik menjadi kawasan yang damai dan sejahtera," ungkapnya lagi.
Advertisement
ASEAN Terbuka untuk Kerja Sama
ASEAN, lanjut Retno, juga terbuka untuk melakukan kerja sama dengan semua pihak, namun sambil dengan tetap memegang prinsip atau nilai-nilai tertentu.
"Pesan kedua yang saya sampaikan adalah bahwa ASEAN terbuka untukbekerja sama dengan semua negara tanpa kecuali atau inklusif," katanya.
"Namun saya sampaikan ada syaratnya, yaitu bahwa mereka harus memegang teguh dua prinsip: yaitu penghormatan terhadap hukum internasional dan paradigma kolaborasi harus diadopsi oleh semuanya," lanjutnya lagi.
Dua prinsip tersebut terus dipegang teguh oleh ASEAN selama setengah abad dan yang menurut Retno, cocok untuk diterapkan di Indo-Pasifik.
Selain itu, Retno juga menekankan bahwa engagement dengan Indo-Pasifik harus dilakukan secara inklusif.
"Pesan ketiga yang saya sampaikan dalam pertemuan di Stockholm adalah penekanan mengenai engagement dengan Indo-Pasifik harus inklusif. Tadi saya sudah sampaikan tapi kemudian saya tegaskan kembali mengenai inclusiveness ini yang berarti terbuka untuk semua negara," tambahnya lagi.
Retno mengatakan, kawasan Indo-Pasifik terlalu besar untuk hanya dikelola dinikmati oleh segelintir negara. Maka dari itu, pihaknya mengantisipasi agar Indo-Pasifik tidak menjadi proxy kekuatan tertentu.
"Perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di Indo-Pasifik harus dapat dinikmati oleh semua," tegasnya.