Liputan6.com, Singapura - Presiden Halimah Yacob tidak akan mencalonkan diri untuk masa jabatan kedua dalam Pilpres Singapura 2023.
Mengumumkan keputusannya pada Senin (29/5/2023), seperti dilansir The Straits Times, dia mengatakan, "Setelah mempertimbangkan dengan sangat hati-hati, saya telah memutuskan untuk tidak mencalonkan diri kembali."
Masa jabatan Halimah Yacob berakhir pada 13 September dan pemilihan presiden Singapura, yang diadakan dalam siklus enam tahun reguler, harus diadakan pada saat itu.
Advertisement
"Merupakan kehormatan dan keistimewaan besar untuk melayani sebagai presiden kedelapan Singapura selama enam tahun terakhir," kata Halimah Yacob. "Pengalaman itu sangat menginspirasi dan, pada saat yang sama, merendahkan hati."
Halimah Yacob, yang merupakan presiden wanita pertama Singapura, mengatakan dia menyadari tanggung jawab kepresidenan yang luar biasa ketika dia menjabat pada tahun 2017.
"Saya telah mencoba yang terbaik untuk memenuhinya. Tujuan saya adalah untuk membantu menciptakan masyarakat yang lebih peduli dan berbelas kasih," tambah perempuan berusia 68 tahun itu.
Dalam perjalanannya, dia pun mengaku didukung oleh banyak warga Singapura yang memiliki keyakinan yang sama dengannya.
"Bekerja sama, kami memperkuat suara komunitas kami dan mengangkat mereka yang paling membutuhkan, terutama yang kurang beruntung dan rentan di antara kami," tutur Halimah Yacob.
Selama masa jabatannya, tantangan berfokus antara lain pada pemberdayaan penyandang disabilitas, membangun masyarakat yang inklusif secara digital, dan mendukung pengasuh/perawat.
Jadwal mingguannya penuh dengan kunjungan ke lembaga layanan sosial, organisasi nirlaba, dan perusahaan yang mempromosikan kegiatan yang didukungnya. Halimah Yacob juga memperjuangkan berbagai isu, termasuk kesetaraan gender dan melindungi pekerja yang lebih tua.
Sejumlah pihak memberikan penghormatan kepada Halimah Yacob setelah pengumumannya, termasuk Wakil Perdana Menteri Lawrence Wong, yang mengatakan sang presiden melayani dengan komitmen, kasih sayang, dan keanggunan yang tak tergoyahkan selama masa jabatannya.
"Presiden Halimah Yacob memperjuangkan masyarakat yang berakar pada empati dan kebaikan, dan selalu memberikan perhatian khusus kepada kelompok yang kurang beruntung serta rentan," kata dia via Facebook.
Memulai Karier 1978
Halimah Yacob terpilih pada tahun 2017 tanpa kontes karena tidak ada kandidat Melayu lain yang memenuhi syarat untuk ikut pemilihan, yang diperuntukkan bagi komunitas Melayu karena tidak ada anggota komunitas yang menjadi presiden Singapura selama periode terakhir.
Amendemen konstitusi disahkan pada November 2016 untuk mencadangkan pemilihan presiden bagi calon dari kelompok ras tertentu jika tidak ada anggota kelompok tersebut menjadi presiden selama masa jabatan terakhir.
Presiden Melayu terakhir sebelum Halimah Yacob adalah Yusof Ishak, yang menjabat dari tahun 1965 hingga 1970.
Halimah Yacob dalam pengumumannya menyatakan bahwa banyak pemimpin asing yang ditemuinya saat mewakili Singapura secara internasional untuk memperkuat hubungan bilateral telah mengungkapkan rasa hormat dan kekaguman mereka terhadap sistem pemerintahan negaranya, yang didukung oleh kohesi sosial yang kuat dalam masyarakat multiras dan multi-agama.
Dia mencatat bahwa kepresidenan adalah jabatan tertinggi dan lembaga kunci dalam demokrasi Singapura.
"Peran pemersatu kepresidenan, bekerja sama erat dengan pemerintah untuk menjaga masa depan Singapura, selalu penting bagi kesuksesan bangsa kita, dan akan menjadi lebih penting lagi di masa mendatang... di tengah berbagai persoalan dan ketidakpastian," ujarnya.
Halimah Yacob memulai kariernya di Kongres Serikat Pekerja Nasional pada tahun 1978 sebagai legal officer. Dia memasuki politik pada tahun 2001, menjabat sebagai anggota parlemen untuk Jurong GRC selama tiga periode sebelum menjadi anggota parlemen untuk Marsiling-Yew Tee GRC setelah Pemilu 2015.
Pada tahun 2011, Halimah Yacob diangkat menjadi Menteri Pembangunan Masyarakat, Pemuda, dan Olahraga. Dia pindah ke Kementerian Sosial dan Pembangunan Keluarga pada 2012, sebelum menjabat sebagai ketua parlemen wanita pertama Singapura dari 2013 hingga 2017.
"Saya sangat beruntung diberi kesempatan untuk melayani semua warga Singapura tanpa memandang ras, bahasa, atau status sosial sebagai presiden Singapura," imbuhnya. "Saya akan selamanya menghargai kenangan indah dari orang-orang yang saya temui dan pengalaman yang diperoleh selama masa jabatan saya. Ini akan menginspirasi saya untuk terus berkontribusi kepada masyarakat dan bangsa kita dengan cara lain selama saya mampu."
Advertisement