Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi Indonesia mendapatkan dari Bank Dunia karena inflasi reda lebih cepat, panen yang meningkat, hingga apresiasi rupiah. Pemerintah juga disorot karena membantu intervensi ganjalan pada pasokan.
Lebih lanjut, Bank Dunia berkata pendapatan negara naik, ada peningkatan disiplin dalam belanja negara, serta reformasi pajak di pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Baca Juga
"Di tengah ketidakpastian global, Indonesia telah melihat peningkatan yang mantap di banyak area yang penting untuk pertumbuhan jangka panjang, terutama stabilitas makroekonomi, tata kelola sektor publik, dan infrastruktur. Peningkatan-peningkatan itu telah membantu menumpas kemiskinan ekstrim di negara ini," ujar Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Satu Kahkonen, dalam rilis resmi di situs Bank Dunia, dikutip Senin (3/7/2023).
Advertisement
Pihak Bank Dunia lantas meminta Indonesia untuk mengutamakan Omnibus Law (UU Cipta Kerja) serta menambah kebijakan-kebijakan yang ramah pasar supaya menjadi negara maju pada 2045 mendatang.
"Pemerintah dapat memprioritaskan implementasi reformasi-reformasi struktural terbaru seperti omnibus law sektor keuangan, dan mengadopsi lebih banyak lagi kebijakan-kebijakan yang ramah pasar, dan regulasi bisnis yang terus menghapus sekat-sekat terhadap persaingan," jelas Kahkonen.
Pertumbuhan Turun di 2024
Meski demikian, Bank Dunia mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menyusut menjadi 4,9 persen pada 2024 mendatang. Angka itu turun dari pertumbuhan 2022, yakni 5,3 persen.
Penyebab turunnya itu adalah normalisasi permintaan pasar usai lonjakan pasca-pandemi COVID-19.
Bank Dunia menyebut outlook ekonomi Indonesia masih tetap akan stabil, meski pertumbuhan produktivitas bakal turun. Hal itu sama seperti negara-negara ekonomi berkembang lainnya.
Jokowi: Indonesia Kembali Jadi Negara Berpendapatan Menengah Atas
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengatakan Bank Dunia kembali memasukkan Indonesia ke dalam kelompok negara berpendapatan menengah ke atas (upper-middle income countries).
“Ini proses pemulihan yang cepat setelah kita turun ke grup lower middle income countries di tahun 2020 karena pandemi,” kata Presiden Jokowi saat membuka Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta dikutip dari Antara, Senin (3/7/2023).
Meski telah meningkat menjadi negara pendapatan menengah atas, Jokowi mengingatkan situasi yang dihadapi Indonesia tidak akan mudah pada semester II 2023, karena instabilitas lingkungan global dan ketegangan geopolitik yang masih berlangsung.
“Ini berimbas pada pertumbuhan ekonomi dan aktivitas perdagangan yang melemah, kelihatan ekspor kita juga menurun, kemudian berbagai lembaga internasional memprediksi perlambatan ekonomi global, ini juga harus betul-betul kita lihat,” kata Jokowi.
Jokowi juga mewanti-wanti mengenai pergerakan tingkat suku bunga dan inflasi global yang masih relatif tinggi. Selain itu, terdapat fragmentasi perdagangan global yang menghambat kerjasama multilateral.
Jokowi Ajak Tetap Waspada
Situasi ekonomi global, menurut Jokowi, menunjukkan berbagai indikator dini untuk konsumsi dan produksi yang harus diwaspadai secara hati-hati.
Kepala Negara juga mengatakan bangsa Indonesia patut bersyukur karena pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di atas lima persen dalam enam kuartal berturut-turut.
“Kita patut bersyukur pertumbuhan ekonomi bertahan relatif tinggi di atas lima persen dan selama enam kuartal berturut-turut ekonomi kita tumbuh di atas lima persen,” ujar Presiden.
Menurut data di laman resmi Bank Dunia yang diakses 3 Juli 2023, klasiifikasi empat kelompok perekonomian berdasarkan pendapatan untuk Juli 2023 hingga Juni 2024 yakni low income (1.135 dolar AS), lower middle income (1.136 dolar AS hingga 4.465 dolar AS), upper middle income (4.446 dolar AS hingga 13.845 dolar AS), serta high income (di atas 13.845 dolar AS).
Advertisement
Bank Dunia Ungkap Jokowi Wariskan 3 Dasar untuk Dongkrak Ekonomi di Masa Depan
Sebelumnya, Bank Dunia mengungkapkan bahwa saat ini terdapat tiga perkembangan ekonomi makro Indonesia yang sedang berlangsung. Ketiganya tersebut akan membantu membangun ketahanan dan ruang kebijakan untuk periode mendatang atau setelah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Perkembangan makro pertama yang sedang berlangsung adalah disinflasi, yaitu penurunan tingkat inflasi," kata Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Habib Rab dalam acara peluncuran Indonesia Economic Prospects edisi Juni 2023, Senin (26/6/2023).
Perkembangan kedua adalah leverage, yaitu pengurangan utang dalam perekonomian.
"Dan perkembangan yang ketiga adalah pengurangan paparan kerentanan ekonomi. Jadi, Anda mungkin ingat dari prospek ekonomi Indonesia terakhir kami bahwa salah satu pesan utama yang kami miliki adalah bahwa mengelola inflasi adalah salah satu masalah manajemen ekonomi makro yang paling menantang," ungkap Habib Rab.
Habib Rab mengakui, tantangan dalam pengelolaan inflasi tak hanya dihadapi Indonesia, tetapi sebagian besar ekonomi di seluruh dunia sejak awal 2022.
Dia melanjutkan, para pembuat kebijakan khususnya menghadapi pertukaran yang sangat tajam antara mendorong pemulihan di satu sisi dengan kebijakan ekonomi makro yang relatif akomodatif dan mengendalikan tekanan harga, di sisi lain dengan kebijakan ekonomi makro yang lebih ketat.
"Kami perkirakan inflasi (Indonesia) akan tetap moderat selama sisa tahun ini. Pasalnya, banyak tekanan dari sisi penawaran yang menyebabkan kenaikan inflasi sebenarnya sudah mulai mereda," ungkapnya.
Sementara itu, Bank Dunia memperkirakan investasi swasta di Indonesia akan meningkat sedikit karena cukup lesu selama tiga tahun terakhir dan pertumbuhan ekspor, bersamaan dengan perlambatan ekonomi global juga diperkirakan akan melambat.