Liputan6.com, Vatikan - Paus Fransiskus menyesali aksi pembakaran Al-Qur'an yang dilakukan di Swedia, oleh pria bernama Salwan Momika, pengungsi dari Irak. Ia menilai kebebasan berekspresi tak bisa menjadi alasan pembenaran ulah perusakan kitab suci umat Muslim tersebut.
Ungkapan penyesalan Paus Fransiskus terkait insiden itu diungkapkan melakukan wawancara bersama koran Al-Ittihad dari Uni Emirat Arab.
Baca Juga
"Saya merasa geram dan muak atas aksi-aksi tersebut," ujar Paus Fransiskus seperti dikutip situs Vatican News, Selasa (4/7/2023).
Advertisement
"Segala buku yang dianggap sakral oleh penulis-penulisnya harus dihormati untuk menghormati pengikutnya, dan kebebasan berekspresi jangan pernah dijadikan sebagai alasan untuk membenci pihak lain, dan pembiaran hal tersebut harus ditolak dan dikecam," lanjut Pontifex itu.
Paus Fransiskus lanjut membahas tentang anak-anak muda yang perlu dilindungi melawan pesan-pesan negatif, kebencian, materialisme, prasangka hingga berita palsu. Namun, ia meminta agar jangan memperlakukan mereka seperti anak-anak.
Paus Fransiskus berkata para anak muda justru harus diberikan alat-alat untuk melawan pesan negatif tersebut, serta kebebasan.
Ia berkata bahwa "Kebebasan merupakan sesuatu yang membuat seseorang berbeda. Tuhan menciptakan kita untuk bebas bahkan untuk menolak-Nya, kebebasan berpikir dan berekspresi adalah hal esensial untuk membantu mereka untuk tumbuh dan belajar."
"Kita tidak boleh jatuh ke pengalaman yang memperlakukan ana-anak muda bagaikan anak kecil yang tidak mampu memilih dan membuat keputusan," kata Paus Fransiskus.
Lebih lanjut, Paus Fransiskus kembali menegaskan pesan persaudaraan yang merupakan penawar untuk mengobati dunia.
"Kerja sama antara-agama di masa depan adalah yang berdasarkan prinsip resiprositas, respek untuk pihak lain dan kebenaran," tegasnya.
Aksi Salwan Momika telah dikecam juga oleh pemerintah Swedia karena dianggap Islamofobia.
Sosok Pelaku Pembakaran Al-Qur'an di Swedia: Salwan Momika
Mengutip laman keislaman NU Online, pria bernama lengkap Salwan Sabah Matti Momika itu diketahui merupakan seorang pengungsi Irak berusia 37 tahun yang secara terbuka mengungkapkan pendapatnya.
Dikutip dari CNN, pria itu melarikan diri dari Irak ke Swedia beberapa tahun lalu dan tinggal di Kota Järna di Södertälje, Stockholm County.
Dia mengidentifikasi dirinya sebagai seorang ateis. Dia mengatakan, dirinya melancarkan demonstrasi tersebut setelah tiga bulan pertempuran hukum di pengadilan.
“Buku ini harus dilarang di dunia karena bahaya yang ditimbulkannya terhadap demokrasi, etika, nilai-nilai kemanusiaan, hak asasi manusia, dan hak-hak perempuan. Itu tidak berfungsi di zaman dan zaman ini,” katanya.
Dikutip dari The Local Sweden via nu.or.id, sebelumnya polisi sempat melarang Momika membakar Al-Qur’an di luar Kedutaan Irak dengan alasan hal itu berisiko menimbulkan gangguan publik pada Februari 2023 lalu.
Namun pada bulan April, pengadilan administratif membatalkan larangan tersebut, memutuskan bahwa hak untuk berkumpul dan hak untuk memprotes keduanya dilindungi di bawah undang-undang konstitusional Swedia, kecuali jika mereka menimbulkan ancaman keamanan yang nyata. Ini berarti bahwa polisi tidak memiliki alasan untuk menghentikan protes tersebut.
Advertisement