Liputan6.com, Seoul - 14 tahun lalu, tepatnya pada tanggal 10 November 2009, telah terjadi pertempuran antara kapal perang Korea Utara dan Korea Selatan di Laut Kuning yang juga dikenal sebagai Insiden Daecheong.
Menurut perdana menteri Korea Selatan, Chung Un-Chan, pertempuran di Laut Kuning menyebabkan kapal patroli dari Korea Utara terbakar saat kapal itu mundur melintasi perbatasan dan diserang.
Baca Juga
Melansir dari The Telegraph, Jumat (10/11/2023) pertempuran terjadi ketika negara-negara yang sebelumnya berselisih mulai menunjukkan tanda-tanda mendekati kesepakatan setelah ketegangan meningkat di awal tahun 2009, akibat uji coba senjata nuklir kedua yang dilakukan oleh Korea Utara yang bertentangan dengan sanksi PBB.
Advertisement
Para analis Korea Selatan berspekulasi bahwa tindakan provokasi dari Pyongyang adalah usaha untuk memperingatkan Obama tentang situasi yang tidak stabil di Semenanjung Korea. Sebelumnya, Obama telah sepakat untuk mengirim utusan ke Korea Utara untuk melakukan pembicaraan langsung.
Pemerintah Seoul menyatakan bahwa tidak ada korban jiwa dalam insiden baku tembak yang terjadi setelah kapal patroli Korea Selatan melepaskan tembakan peringatan ke arah kapal militer Korea Utara yang melintasi Garis Batas Utara yang menjadi sumber perselisihan, 120 mil laut di sebelah barat Incheon.
"Itu bukan pertempuran jarak dekat. Kami menembaki kapal Korea Utara dengan keras," ujar seorang pejabat angkatan laut yang tidak disebutkan namanya kepada kantor berita Korea Selatan Yonhap.
“Ini adalah penilaian awal kami bahwa kapal Korea Utara mengalami kerusakan parah."
Kronologi Pertempuran di Perbatasan Laut Barat
Dalam pernyataannya, Kepala Staf Gabungan Korea Selatan mengungkapkan bahwa kapal patroli Korea Utara menyeberangi perbatasan laut barat yang menjadi sumber perselisihan sekitar pukul 11.27 waktu setempat. Kapal angkatan laut Korea Selatan kemudian memberikan tembakan peringatan setelah lima kali memperingatkan mereka untuk kembali namun diabaikan.
Menurut pernyataan tersebut, kapal dari Korea Utara melepaskan tembakan dan mendapat balasan tembakan dari kapal Korea Selatan sebelum kapal dari Korea Utara kembali ke wilayah perairannya.
Namun, militer Korea Utara menyalahkan Korea Selatan dan menuntut agar negara itu meminta maaf atas "provokasi bersenjata yang serius". Mereka juga mengklaim bahwa kapal-kapal dari Seoul telah melepaskan tembakan ketika kapal mereka masih berada di utara perbatasan yang menjadi sumber perselisihan.
Korea Utara menyatakan bahwa kapal-kapal mereka tidak membuang waktu untuk segera memberikan respons terhadap para provokator.
Angkatan laut Korea Utara dan Korea Selatan terlibat dalam pertempuran berdarah di sepanjang perbatasan laut barat di Laut Kuning pada tahun 1999 dan 2002, yang mengakibatkan enam pelaut Korea Selatan kehilangan nyawa.
Advertisement
Ketegangan Meningkat Seiring Diplomasi yang Kompleks
Satu bulan sebelumnya, angkatan laut Korea Utara menuduh Korea Selatan mengirimkan kapal perang melewati perbatasan dengan tujuan memicu ketegangan, dan memberikan peringatan bahwa provokasi militer yang tidak bertanggung jawab dapat menyebabkan konfrontasi bersenjata.
Meskipun Korea Utara telah menunjukkan keinginan untuk kembali ke Perundingan Enam Pihak mengenai denuklirisasi, mereka menekankan perlunya pembicaraan langsung dengan Amerika sebagai syarat utama.
Namun, Pyongyang mengumumkan bahwa mereka telah memproduksi lebih banyak plutonium yang dapat digunakan untuk senjata, langkah ini dianggap sebagai taktik diplomasi 'good-cop, bad-cop,' yang sering digunakan Korea Utara untuk mendapatkan konsesi dari komunitas internasional.
Kim Yong-Hyun, seorang profesor di Universitas Dongguk di Seoul, menyatakan, "Ini mungkin adalah insiden yang disengaja yang bertujuan untuk meningkatkan ketegangan sebelum kunjungan Presiden Obama. Saya percaya Korea Utara sedang berupaya menunjukkan kepada Obama seberapa tidak stabilnya situasi di Semenanjung Korea."
Berdasarkan laporan PBB yang dirilis satu bulan sebelumnya, Korea Utara mengalami dampak negatif dari sanksi PBB yang diberlakukan pada bulan Juni setelah uji coba nuklir kedua. Sekitar 8 juta orang, atau sekitar sepertiga dari populasi, mengalami kekurangan pangan yang serius.
Meskipun berita pertikaian tersebut membuat nilai won Korea Selatan melemah, pasar saham dan obligasi tetap dalam kondisi stabil.
Presiden Lee Myung-bak Khawatirkan Potensi Pembalasan dari Korea Utara Pasca-Bentrokan
Melansir dari The Korea Times, Presiden Lee Myung-bak menyampaikan kekhawatiran tentang kemungkinan pembalasan dari Korea Utara sebagai respon terhadap bentrokan laut antara Korea Utara dan Korea Selatan, seperti yang diungkapkan oleh Menteri Pertahanan Kim Tae-young.
Selama pertemuan dengan anggota parlemen, Kim tidak menutup kemungkinan bahwa Korea Utara akan berusaha membalas atas kerusakan yang dialami oleh kapal patroli yang melintasi batas maritim.
Pernyataan ini muncul setelah kapal Korea Utara melintasi Garis Batas Utara (NLL) sekitar pukul 10.30 pagi waktu setempat, meskipun telah diingatkan berkali-kali. Tidak ada laporan korban jiwa dari pihak Korea Selatan, tetapi kapal patroli Korea Utara mengalami kerusakan yang cukup parah selama bentrokan singkat dua menit.
Pyongyang menuntut permintaan maaf dari Seoul atas bentrokan tersebut, menyebutnya sebagai provokasi bersenjata serius oleh Korea Selatan yang menargetkan patroli yang sedang rutin bertugas.
Seo Jong-pyo dari oposisi utama Partai Demokrat mengusulkan kemungkinan bahwa kapal tersebut mungkin telah melintasi batas laut tanpa niat jahat.
Seo menyatakan bahwa awak kapal mungkin sedang mencari suaka di Korea Selatan, melintasi NLL untuk menangkap kapal ikan China yang mungkin sedang melakukan penangkapan ilegal, atau secara keliru menganggap tembakan peringatan sebagai serangan.
Advertisement