Kemenkes Palestina: Israel Kerahkan Buldoser ke RS Al-Shifa, Sebagian Pintu Masuk di Selatan Hancur

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dikelola Hamas di Jalur Gaza mengatakan pada Kamis, 16 November 2023 bahwa tentara Israel telah mengerahkan buldoser di RS Al-Shifa.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 16 Nov 2023, 11:10 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2023, 11:03 WIB
Pasukan Israel di area RS Al-Shifa di Gaza pada Rabu 15 November 2023. (Israel Defense Forces Via AP)
Pasukan Israel di area RS Al-Shifa di Gaza pada Rabu 15 November 2023. (Israel Defense Forces Via AP)

Liputan6.com, Gaza - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dikelola Hamas di Jalur Gaza mengatakan pada Kamis, 16 November 2023 bahwa tentara Israel telah mengerahkan buldoser di rumah sakit (RS) Al-Shifa, yang menurut Israel terletak di atas pusat komando Hamas.

"Buldoser Israel menghancurkan sebagian pintu masuk selatan ke rumah sakit," kata kementerian itu dalam pernyataan singkat berbahasa Arab seperti dikutip dari Al Arabiya, Kamis (16/11/12023). 

Tentara Israel mengatakan kepada AFP bahwa operasi sedang berlangsung di kompleks rumah sakit.

"Malam ini kami melakukan operasi sasaran ke RS Shifa. Kami terus bergerak maju," kata Mayor Jenderal Yaron Finkelman, kepala operasi militer Israel di Jalur Gaza, melalui saluran Telegram tentara.

Tentara Israel melakukan operasi di RS Al-Shifa pada hari Rabu, memicu keprihatinan dan kritik internasional yang serius.

Seorang jurnalis yang menghubungi AFP, yang terjebak di dalam rumah sakit, mengatakan tentara menembak ke udara dan memerintahkan para pemuda untuk menyerah ketika mereka masuk ke rumah sakit semalaman.

Menjelang sore, pasukan Israel telah mundur dari fasilitas tersebut, kata jurnalis tersebut, dan ditempatkan kembali di sekitar rumah sakit.

Baik Israel maupun sekutu utamanya, Amerika Serikat, mengatakan militan Palestina memiliki pusat komando di bawah kompleks Al-Shifa. Namun, tuduhan itu dibantah oleh Hamas dan direktur rumah sakit tersebut, yang telah menjadi titik fokus dalam perang yang telah berlangsung selama 40 hari tersebut.

Tentara Israel mengatakan pasukannya telah menemukan “peralatan militer dan tempur” di dalam kompleks tersebut selama operasi hari Rabu, sebuah klaim yang dibantah oleh Kementerian Kesehatan Gaza.

Otoritas Palestina mengatakan tentara Israel menghancurkan peralatan medis yang tidak tersedia di tempat lain di Gaza, dan menahan dua insinyur yang bekerja di bagian oksigen dan pasokan listrik rumah sakit.

Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan pada hari Rabu bahwa jumlah korban tewas akibat serangan Israel di Gaza telah mencapai 11.500 orang termasuk sedikitnya 4.710 anak-anak dan 3.160 wanita.​

Hujan Lebat Mengguyur Gaza, Pengungsi Palestina Dihantui Penderitaan Tambahan

Perang Israel-Hamas: Hujan pertama di Gaza
Mereka yang terpaksa tinggal di tenda-tenda tipis dan yang lainnya mengungsi ke selatan untuk menghindari pemboman militer Israel. (SAID KHATIB / AFP)

Adapun Gaza diguyur hujan lebat pada Selasa (14/11/2023), membawa kekhawatiran dan tantangan baru bagi warga Palestina yang kini tinggal di tenda-tenda darurat setelah berminggu-minggu dibombardir Israel.

"Dulu kami berada di sebuah rumah yang terbuat dari beton dan sekarang kami ada di tenda," ujar Fayeza Srour, salah seorang pengungsi di Khan Younis, Gaza selatan, seperti dilansir Reuters, Rabu (15/11).

"Terpal nilon, tenda, dan kayu tidak tahan terhadap banjir ... Orang-orang yang tidur beralaskan tanah, apa yang bisa mereka lakukan? Kemana mereka akan pergi?"

Musim dingin berpotensi basah dan "menggigil" di Gaza, belum lagi potensi daerah kantong ini dilanda banjir.

Pengungsi Gaza lainnya, Karim Mreish, mengatakan orang-orang di tempat penampungan berdoa agar hujan berhenti.

"Anak-anak, perempuan, dan orang tua berdoa kepada Tuhan agar hujan tidak turun," tutur dia. "Jika hujan turun maka akan sangat sulit dan kata-kata tidak akan dapat menggambarkan penderitaan kami."

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pekan lalu mengatakan Gaza menghadapi peningkatan risiko penyebaran penyakit karena pengeboman udara Israel telah mengganggu sistem kesehatan, membatasi akses terhadap air bersih, dan menyebabkan orang berkerumun di tempat penampungan.

Mereka menyuarakan keprihatinan pada Selasa mengenai kemungkinan hujan yang menyebabkan banjir dan fasilitas pembuangan limbah yang sudah terbatas dan rusak.

"Wabah penyakit diare sudah melanda," ungkap juru bicara WHO Margaret Harris di Jenewa.

Dia mengatakan ada lebih dari 30.000 kasus diare pada periode di mana WHO biasanya memperkirakan 2.000 kasus.

"Kita mengalami banyak kerusakan infrastruktur. Kita kekurangan air bersih. Ada banyak orang yang berkumpul bersama. Ini adalah alasan lain mengapa kita memohon agar gencatan senjata dilakukan sekarang," tegasnya.

Juru bicara Dewan Pengungsi Norwegia Ahmed Bayram memperingatkan awal musim hujan bisa menandai minggu tersulit di Gaza di tengah eskalasi pertempuran.

"Hujan lebat akan membuat pergerakan masyarakat dan tim penyelamat semakin terhambat," sebut Bayram. "Akan lebih sulit untuk menyelamatkan orang-orang yang terjebak di bawah reruntuhan atau menguburkan orang mati, semua ini terjadi di tengah pengeboman yang tak henti-hentinya dan bencana kekurangan bahan bakar."

Selengkapnya klik di sini...

Menteri Israel Bezalel Smotrich Serukan Warga Palestina di Gaza Migrasi Sukarela ke Negara Lain

Perang Israel-Hamas: Hujan pertama di Gaza
Seorang anak laki-laki berdiri di tengah hujan di sebuah sekolah yang dikelola oleh BBadan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Rafah, Jalur Gaza selatan, Selasa (14/11/2023). (SAID KHATIB / AFP)

Sementara itu, Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich pada Selasa (14/11/2023), blak-blakan mengatakan bahwa dia mendukung proposal anggota Knesset (parlemen Israel) Ram Ben Barak dan Danny Danon agar warga Palestina melakukan migrasi sukarela.

Melalui opini di Wall Street Journal, Barak dan Danan menyerukan negara-negara di dunia menerima masuknya pengungsi dari Gaza.

Smotrich, yang juga menjabat sebagai gubernur de facto Tepi Barat yang diduduki, memuji usulan tersebut sebagai satu-satunya solusi bagi 2,3 juta warga Gaza, yang disebutnya telah menjadi simbol ambisi memusnahkan Negara Israel.

"Mayoritas warga Gaza adalah generasi keempat dan kelima dari pengungsi 48," tulis Smotrich dalam unggahannya di Facebook, mengacu pada Nakba tahun 1948, ketika lebih dari 700.000 warga Palestina diusir paksa dan mereka serta keturunannya tidak dapat kembali.

"Yang bukannya direhabilitasi ... seperti ratusan juta pengungsi di seluruh dunia malah disandera di Gaza dalam kemiskinan."

Dia menambahkan bahwa Negara Israel tidak dapat didamaikan dengan keberadaan Gaza yang merdeka yang bergantung pada kebencian terhadap Israel dan aspirasi untuk menghancurkannya.

Sambungannya di sini...

Tentara Israel Klaim Rebut Parlemen Gaza dan Sejumlah Gedung yang Dikuasai Hamas

Ledakan di Jalur Gaza oleh pasukan Israel. (Victor R.Caivano)
Ledakan di Jalur Gaza oleh pasukan Israel. (Victor R.Caivano)

Sebelumnya, tentara Israel mengatakan pada Selasa 14 November 2023 bahwa mereka telah merebut gedung parlemen Gaza dan lembaga-lembaga pemerintah lainnya yang dijalankan oleh Hamas di Kota Gaza, ketika pasukannya memperdalam serangan mereka di wilayah Palestina.

"Unit militer mengambil alih parlemen Hamas, gedung pemerintah, markas polisi Hamas dan fakultas teknik yang berfungsi sebagai lembaga produksi dan pengembangan senjata," kata militer Israel dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Straits Times, Rabu (15/11/2023).

Pernyataan itu juga mengatakan "institusi pemerintah organisasi teroris Hamas" telah digunakan untuk "tujuan militer" termasuk "untuk pelatihan dalam persiapan serangan terhadap Israel" pada 7 Oktober.

Serangan tersebut menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel selatan, sebagian besar warga sipil, dan menyebabkan sekitar 240 lainnya disandera, menurut para pejabat Israel, dalam serangan terburuk yang dialami negara tersebut sejak didirikan pada tahun 1948.

Sebagai balasannya, Israel melakukan pengeboman besar-besaran dan menyerbu Jalur Gaza yang padat penduduknya di mana pemerintah Hamas mengatakan lebih dari 11.200 orang, sebagian besar warga sipil, telah terbunuh.

Hamas menolak pengumuman tentara Israel bahwa mereka telah mengambil alih sejumlah institusi.

"Tindakan tersebut adalah upaya menyedihkan untuk menciptakan kemenangan dan kendali khayalan atas tempat-tempat kosong atau tempat-tempat yang sebelumnya menjadi sasaran dan dihancurkan," kata Bassem Naim, seorang pejabat senior Hamas, dalam sebuah pernyataan.

Infografis Tragedi Kemanusiaan 3.000 Lebih Anak Meninggal di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Tragedi Kemanusiaan 3.000 Lebih Anak Meninggal di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya