Kurangi Macet Wisatawan, Jepang Naikkan Tiket Masuk Gunung Fuji Jadi Rp213 Ribu Per Orang

Gunung yang ditetapkan sebagai situs Warisan Budaya Dunia UNESCO pada tahun 2013 ini telah menjadi tujuan wisata yang populer.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 02 Feb 2024, 16:00 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2024, 16:00 WIB
FOTO: AS - Jepang Gelar Latihan Militer Gabungan
Pasukan berkumpul dengan Gunung Fuji yang ikonik pada latar belakang saat latihan operasi gabungan helikopter militer antara Pasukan Bela Diri Darat Jepang (JGSDF) dan Marinir AS di Higashi Fuji, Gotemba, Jepang, Selasa (15/3/2022). (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Liputan6.com, Tokyo - Pendaki Gunung Fuji, Jepang yang melalui jalur Prefektur Yamanashi rencananya bakal dikenakan tarif 2.000 yen atau sekitar Rp213 ribu mulai musim panas untuk mengurangi kepadatan. Hal ini diungkapkan pemerintah prefektur pada Kamis (1/2/2024).

Langkah ini dilakukan di tengah meningkatnya kekhawatiran atas praktik pendakian yang tidak aman.

"Menjaga jumlah pendaki adalah tugas mendesak karena kita melihat kepadatan yang berlebihan," kata Gubernur Yamanashi Kotaro Nagasaki pada konferensi pers, dan berjanji bahwa pemerintah setempat akan menjamin keselamatan para pendaki.

Biaya tersebut berbeda dari tarif 1.000 yen yang saat ini dikenakan bagi para pendaki untuk pemeliharaan gunung.

Pemerintah prefektur akan menyerahkan rancangan peraturan tentang biaya tersebut kepada dewan lokal bulan ini.

Dilansir Kyodo, Jumat (2/2), biaya tersebut akan dikumpulkan di Jalur Yoshida di sisi gunung Prefektur Yamanashi, yang dapat diakses dengan bus dan taksi, dan akan diakumulasikan sebagai dana, menurut pemerintah prefektur.

Sementara Prefektur Shizuoka, yang memiliki tiga jalur, mengatakan pihaknya tidak berencana memungut biaya selain yang saat ini dipungut untuk tujuan konservasi.

Gunung yang ditetapkan sebagai situs Warisan Budaya Dunia UNESCO pada tahun 2013 ini telah menjadi tujuan wisata yang populer.

Jumlah orang yang melewati stasiun ke-8 Gunung Fuji dari salah satu dari empat rute berbeda mencapai 221.322 orang selama musim pendakian musim panas lalu, setara dengan jumlah orang pada tahun 2019 sebelum penyebaran virus corona, menurut Kementerian Lingkungan Hidup.

Gunung Fuji biasanya terbuka untuk pendaki dari bulan Juli hingga awal September.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pembatasan Jumlah Pendaki

Gunung Fuji dari Prefektur Yamanashi
Gunung Fuji terlihat dari kuil Arakura Fuji Sengen di kota Fujiyoshida, prefektur Yamanashi, pada Kamis (22/4/2021). Prefektur Yamanashi terletak di sebelah barat Tokyo yang memiliki spot-spot wisata terkenal, salah satunya gunung tertinggi di Jepang, Gunung Fuji. (Behrouz MEHRI / AFP)

Gunung Fuji biasanya terbuka untuk pendaki dari bulan Juli hingga awal September.

Pada bulan Agustus, pemerintah prefektur Yamanashi mengatakan akan membatasi jumlah pendaki yang dapat menggunakan Jalur Yoshida untuk mendaki ke puncak jika kepadatan penduduk menimbulkan bahaya. Sejauh ini tidak ada pembatasan yang diberlakukan.

Prefektur tersebut mengatakan pada Kamis bahwa mereka akan mendirikan gerbang di stasiun kelima untuk menutup jalur antara pukul 16.00 dan pukul 03.00. 

Dikatakan juga bahwa tempat perlindungan akan dibangun untuk melindungi pendaki dari bebatuan yang beterbangan dan fenomena berbahaya lainnya jika gunung tersebut meletus, dan jumlah pendaki akan dibatasi hingga 4.000 orang per hari.


Gunung Fuji Hadapi Overtourism

Gunung Fuji dari Prefektur Yamanashi
Gunung Fuji terlihat dari pinggiran kota Fujiyoshida, prefektur Yamanashi, Jepang, pada Kamis (22/4/021). Pada tahun 2014, Gunung Fuji terpilih sebagai UNESCO World Culture Heritage Site (Situs Warisan Budaya Dunia). (Behrouz MEHRI / AFP)

Gunung Fuji di Jepang menghadapi fenomena overtourism.

Dengan jutaan pengunjung setiap tahun dan banyaknya bus, truk pasokan, toko mi, serta magnet kulkas, Gunung Fuji bukan lagi tempat ziarah yang damai seperti dulu.

Pihak berwenang pun menyebut bahwa jumlah pendaki gunung berapi terkenal di dunia itu, baik siang maupun malam, berada di angka berbahaya dan "memalukan" secara ekologis.

"Gunung Fuji berteriak," kata gubernur wilayah setempat, seperti dikutip kanal Lifestyle Liputan6.com. 

Infografis Sederet Bahaya Langsung dan Susulan dari Letusan Gunung Api. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Sederet Bahaya Langsung dan Susulan dari Letusan Gunung Api. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya