Liputan6.com, Budapest - China menawarkan kerja sama keamanan yang lebih dalam kepada Hungaria. Hal ini menggarisbawahi semakin hangatnya hubungan kedua negara.
Perdana Menteri (PM) Hungaria Viktor Orban bertemu dengan Menteri Keamanan Publik China Wang Xiaohong pada Jumat (16/2/2024).
Baca Juga
Dalam pernyataan yang diterbitkan oleh kantor berita resmi China, Xinhua, pada akhir pekan, Wang Xiaohong mengatakan dia berharap memperdalam kerja sama di berbagai bidang termasuk kontra-terorisme, memerangi kejahatan transnasional, keamanan dan peningkatan kapasitas penegakan hukum di bawah skema Belt and Road Initiative. Demikian seperti dilansir The Guardian, Rabu (21/2).
Advertisement
Tujuannya, menurut Wang Xiaohong, adalah menjadikan penegakan hukum dan kerja sama keamanan sebagai sorotan baru dalam hubungan bilateral.
Mengingat Hungaria adalah anggota Uni Eropa dan NATO maka tawaran China untuk memperdalam kerja sama keamanan dipandang sangat tidak biasa.
Hungaria, yang juga memiliki hubungan lebih dekat dengan Rusia dibandingkan anggota Uni Eropa lainnya, telah membina hubungan dengan China. Tahun lalu, PM Orban adalah satu-satunya pemimpin Uni Eropa yang menghadiri forum Belt and Road Initiave di Beijing.
Sementara itu, produsen kendaraan listrik China, BYD, telah mengatakan akan membuka pabrik produksi Eropa pertamanya di Hungaria.
Dalam pernyataan tentang pertemuan pada Jumat dengan Wang Xiaohong, juru bicara PM Orban mengungkapkan bahwa sang perdana menteri telah menyatakan "rasa hormat semakin hilang dari diplomasi internasional, namun rasa hormat selalu ada antara Hungaria dan China".
"Pihak-pihak yang berunding menarik perhatian pada pentingnya keamanan dan stabilitas," kata juru bicara tersebut.
Hubungan Hungaria dan Sekutunya Capai Titik Terendah
Prospek kerja sama keamanan yang lebih besar antara Hungaria dan China muncul pada saat hubungan Hungaria dengan sekutunya di Uni Eropa dan NATO berada pada titik terendah.
Meskipun kedudukan Hungaria di negara-negara Barat telah memburuk selama bertahun-tahun, keputusan negara itu untuk mengingkari janjinya, yaitu tidak menjadi negara terakhir yang meratifikasi keanggotaan Swedia di NATO telah semakin merusak kepercayaan.
Namun, dalam pidatonya di Hungaria pada Sabtu (17/2), PM Orban mengisyaratkan adanya perubahan, dengan mengumumkan pihaknya akan meratifikasi aksesi Swedia ke NATO pada awal sesi musim semi parlemen.
Bagaimanapun ketegangan terus berlanjut, di mana para pejabat Hungaria menolak bertemu dengan delegasi dari Amerika Serikat (AS) selama kunjungan akhir pekan.
"Sekutu telah menunggu tindakan Hungaria terhadap aksesi Swedia ke NATO selama 21 bulan," tulis Duta Besar AS di Budapest David Pressman via media sosial.
"Sayangnya, sejumlah pejabat senior pemerintah Hungaria dan perwakilan parlemen dari Fidesz menolak bertemu dengan delegasi kongres bipartisan AS yang paling senior yang mengunjungi Hungaria selama bertahun-tahun."
Selain itu, Hungaria juga tidak mengirimkan pejabat seniornya ke Konferensi Keamanan Munich 2024, yang berlangsung pada 16-18 Februari.
Advertisement
Blak-blakan Harapkan Donald Trump Menang Pilpres AS
Dalam pidatonya pada akhir pekan, PM Orban – yang menghadapi tekanan politik dalam negeri dan protes di tengah skandal yang menyebabkan pengunduran diri presiden negara tersebut – memperjelas pilihannya.
"Kami tidak bisa ikut campur dalam pemilu di negara lain, tapi kami sangat ingin melihat Presiden Donald Trump kembali ke Gedung Putih dan berdamai di sini, di bagian timur Eropa."
Mengutip VOA Indonesia, Katalin Novak, presiden perempuan pertama dalam sejarah Hungaria, memicu kemarahan setelah terungkap bahwa dia mengeluarkan pengampunan presiden pada April 2023 kepada seorang pria yang dihukum karena menyembunyikan serangkaian pelecehan seksual terhadap anak-anak di panti yang dikelola pemerintah.
Pria tersebut dijatuhi hukuman lebih dari tiga tahun penjara pada tahun 2018 karena menekan para korban untuk mencabut klaim pelecehan seksual yang dilakukan direktur lembaga tersebut. Direktur itu sendiri telah dijatuhi hukuman delapan tahun penjara karena melakukan pelecehan terhadap sedikitnya 10 anak antara tahun 2004 dan 2016.
Novak adalah sekutu dekat PM Orban dan mantan wakil presiden Partai Fidesz yang berkuasa. Dia menjabat sebagai menteri urusan keluarga Hungaria hingga pengangkatannya sebagai presiden pada tahun 2022.