Liputan6.com, Islamabad - Asif Ali Zardari memenangkan masa jabatan kedua sebagai presiden Pakistan pada Sabtu (9/3/2024). Dia didukung oleh koalisi yang berkuasa dalam pemungutan suara di parlemen dan majelis regional.
Peran presiden sebagian besar bersifat seremonial di Pakistan, namun Zardari dikenal sebagai ahli rekonsiliasi dan dapat membantu mitra koalisi pemerintah mencapai konsensus untuk mengarahkan perekonomian yang rusak ke jalur stabilisasi sebelum mencari dana talangan baru dari IMF. Demikian seperti dilansir CNA, Minggu (10/3).
Baca Juga
Sebagai presiden, Zardari juga akan menjadi panglima tertinggi angkatan bersenjata negara, yang memainkan peran besar dalam membentuk atau menghancurkan pemerintahan.
Advertisement
Zardari memperoleh 411 suara, menjadikannya dengan mudah mengalahkan pemimpin nasionalis Mehmood Khan Achakzai yang meraih 181 suara. Achakzai didukung oleh partai pimpinan Imran Khan, yang masih dipenjara.
Duda Benazir Bhutto
Presiden Pakistan dipilih melalui pemungutan suara di majelis rendah dan tinggi parlemen serta empat dewan legislatif provinsi.
Zardari sendiri adalah duda dari mantan perdana menteri Benazir Bhutto. Dia memperoleh status politik setelah istrinya dibunuh dalam bom bunuh diri pada Desember 2007, di mana dia mengambil kendali Partai PPP setelahnya. Hal tersebut sejalan dengan keinginan Benazir dalam surat wasiatnya.
Dia menjadi presiden pada tahun 2008 dan menjabat hingga tahun 2013, periode ketika pasukan khusus Amerika Serikat (AS) melakukan serangan di Pakistan untuk menemukan dan membunuh Osama bin Laden pada tahun 2011.
Advertisement
11 Tahun Dipenjara
Pencapaian terbesar Zardari pada masa jabatan pertamanya dinilai adalah terbangunnya konsensus politik yang jarang terjadi dalam mengadopsi kerangka hukum dan politik baru untuk mendesentralisasikan kekuasaan dan mengekang kekuasaan presiden yang dipegang oleh mantan pemimpin militer.
Dari awal tahun 1990-an hingga 2004, Zardari menghabiskan 11 tahun penjara atas tuduhan korupsi, yang tidak pernah dibuktikan di pengadilan mana pun. Dia dan partainya menyebut peristiwa itu sebagai viktimisasi politik yang didukung militer, tuduhan yang telah dibantah oleh militer.