Liputan6.com, Port-au-Prince - Perdana Menteri (PM) Haiti Ariel Henry pada Selasa (12/3/2024) pagi mengumumkan dia akan mengundurkan diri setelah dewan transisi kepresidenan terbentuk. Keputusannya menandakan dia tunduk pada tekanan internasional untuk menyelamatkan negara yang kewalahan oleh kekerasan geng-geng kriminal bersenjata yang menurut beberapa ahli telah memicu perang saudara skala kecil.
Henry membuat pengumuman tersebut beberapa jam setelah para pejabat termasuk para pemimpin Karibia dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken bertemu di Jamaika untuk membahas solusi menghentikan krisis Haiti yang semakin parah dan menyetujui proposal bersama untuk membentuk dewan transisi.
"Pemerintahan yang saya pimpin tidak bisa berdiam diri menghadapi situasi ini. Tidak ada pengorbanan yang terlalu besar untuk negara kita," kata Henry dalam rekaman video pernyataannya, seperti dilansir AP. "Pemerintahan yang saya pimpin akan bubar setelah pelantikan dewan tersebut."
Advertisement
Henry tidak dapat kembali ke Haiti karena kekerasan menutup bandara internasional utama negara itu. Dia tiba di Puerto Rico sepekan lalu, setelah dilarang mendarat di Republik Dominika, di mana para pejabat mengatakan dia tidak memiliki rencana penerbangan yang diperlukan. Pejabat Dominika juga menutup wilayah udara untuk penerbangan dari dan ke Haiti.
Belum jelas siapa yang akan dipilih untuk memimpin Haiti keluar dari krisis di mana geng-geng kriminal bersenjata berat membakar kantor polisi, menyerang bandara utama, dan membobol dua penjara terbesar di negara itu. Pembobolan penjara mengakibatkan lebih dari 4.000 narapidana kabur.
Puluhan orang telah terbunuh dan lebih dari 15.000 orang kehilangan tempat tinggal setelah melarikan diri dari lingkungan yang diserang oleh geng-geng. Makanan dan air semakin berkurang karena toko-toko kehabisan barang. Pelabuhan utama di Port-au-Prince masih ditutup, menyebabkan puluhan kontainer berisi pasokan penting terlantar.
Pertemuan mendesak di Jamaika diselenggarakan oleh CARICOM, blok perdagangan regional yang telah mendesak selama berbulan-bulan untuk membentuk pemerintahan transisi di Haiti, sementara protes yang disertai kekerasan di negara tersebut menuntut pengunduran diri Henry.
Presiden Guyana Irfaan Ali mengatakan dewan transisi akan memiliki tujuh anggota yang mempunyai hak suara dan dua anggota yang tidak mempunyai hak suara.
Mereka yang memiliki suara termasuk Partai Pitit Desalin, yang dijalankan oleh mantan senator dan calon presiden Moise Jean-Charles, yang sekarang menjadi sekutu Guy Philippe, mantan pemimpin pemberontak yang memimpin kudeta sukses tahun 2004 dan baru-baru ini dibebaskan dari penjara Amerika Serikat setelah dinyatakan bersalah melakukan pencucian uang.
Yang juga punya hak suara adalah Partai EDE yang dipimpin oleh mantan perdana menteri Charles Joseph; Partai Fanmi Lavalas; koalisi 21 Desember yang dipimpin oleh Henry; kelompok Montana Accord; dan anggota sektor swasta.
Sebelum menyampaikan rincian usulan dewan transisi, Presiden Ali menuturkan, "Saya ingin berhenti sejenak dan berterima kasih kepada Perdana Menteri Henry atas pengabdiannya kepada Haiti."
Sementara itu, para pemimpin Karibia dan pihak lainnya bertepuk tangan.
Henry menjabat sebagai perdana menteri dengan masa jabatan terlama sejak konstitusi Haiti disahkan pada tahun 1987, suatu prestasi yang mengejutkan bagi negara yang secara politik tidak stabil dengan pergantian perdana menteri yang konstan. Dia dilantik sebagai perdana menteri hampir dua pekan setelah pembunuhan Presiden Jovenel Moise pada 7 Juli 2021.
Tidak Pernah Dipilh
Para pengkritik Henry mencatat dia tidak pernah dipilih oleh rakyat, apalagi oleh parlemen. Pasalnya dewan tersebut tidak ada setelah masa jabatan senator terakhir yang tersisa berakhir pada Januari 2023, sehingga membuat Haiti tidak memiliki satu pun pejabat terpilih.
Ketika Haiti bersiap untuk kepemimpinan baru, beberapa ahli mempertanyakan peran yang akan dimainkan oleh geng-geng kriminal yang menguasai 80 persen wilayah Port-au-Prince.
"Bahkan jika Anda memiliki pemerintahan yang berbeda, kenyataannya Anda perlu berbicara dengan geng-geng tersebut," kata Robert Fatton, pakar politik Haiti di Universitas Virginia. "Anda tidak bisa menekan mereka."
Fatton mengatakan para pejabat masih harus berurusan dengan mereka dan mencoba meyakinkan mereka untuk menyerahkan senjata mereka, "Namun, apa yang akan menjadi konsesi mereka?"
Lebih lanjut, Fatton mencatat, geng-geng kriminal memiliki supremasi dalam menguasai ibu kota.
"Jika mereka memiliki supremasi itu dan tidak ada kekuatan penyeimbang maka tidak lagi menjadi pertanyaan apakah Anda ingin mereka hadir di meja perundingan, mereka mungkin akan mengambil alih meja perundingan."
Sebelumnya pada Senin(11/3), Blinken mengungkapkan tambahan USD 100 juta untuk membiayai pengerahan pasukan multinasional ke Haiti. Blinken mengumumkan pula bantuan kemanusiaan senilai USD 33 juta lagi dan pembuatan proposal bersama yang disetujui oleh para pemimpin Karibia dan semua pemangku kepentingan Haiti untuk mempercepat transisi politik.
Advertisement
Ancaman dari Pemimpin Geng Kriminal
Ketika para pemimpin CARICOM bertemu secara tertutup, Jimmy Cherizier, yang dianggap sebagai pemimpin geng paling berkuasa di Haiti, mengatakan kepada wartawan bahwa jika komunitas internasional terus melanjutkan upayanya saat ini maka hal itu akan menjerumuskan Haiti ke dalam kekacauan lebih lanjut.
"Kami warga Haiti harus memutuskan siapa yang akan menjadi kepala negara dan model pemerintahan apa yang kami inginkan," kata Cherizier, mantan perwira polisi elite yang dikenal sebagai Barbecue, yang memimpin federasi geng Keluarga dan Sekutu G9.
"Kami juga akan mencari cara untuk mengeluarkan Haiti dari kesengsaraan yang dialaminya saat ini."
Geng-geng kriminal telah menyerang sasaran-sasaran utama pemerintah di ibu kota Haiti, Port-au-Prince sejak 29 Februari. Ketika serangan dimulai, Henry berada di Kenya untuk mendorong pengerahan pasukan polisi dari negara Afrika Timur yang didukung PBB.
Pada Senin malam, pemerintah Haiti mengumumkan perpanjangan jam malam hingga 14 Maret dalam upaya mencegah serangan lebih lanjut.