Liputan6.com, Port Moresby - Konvoi darurat mengirimkan makanan, air dan perbekalan lainnya pada hari Sabtu (25/5/2024) kepada para korban tanah longsor di sebuah desa terpencil di pegunungan Papua Nugini.
"Sebuah tim penilai melaporkan bahwa 100 orang diperkirakan tewas dan 60 rumah terkubur di lereng gunung yang runtuh di Provinsi Enga beberapa jam sebelum fajar pada hari Jumat (24/5)," kata kepala misi Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) di Papua Nugini Serhan Aktoprak, seperti dilansir kantor berita AP.
Baca Juga
Aktoprak mengakui bahwa jika jumlah rumah yang terkubur yang diperkirakan oleh pemerintah setempat benar maka jumlah korban jiwa bisa lebih tinggi.
Advertisement
"Skalanya sangat besar, saya tidak akan terkejut jika ada lebih banyak korban jiwa dibandingkan yang dilaporkan sebelumnya yaitu 100 orang," kata Aktoprak. "Jika 60 rumah hancur maka jumlah korban pasti akan jauh lebih tinggi dari 100."
Hanya tiga jenazah yang ditemukan pada Sabtu pagi dari hamparan tanah yang luas, batu-batu besar, dan serpihan pohon yang menimpa Yambali, sebuah desa berpenduduk hampir 4.000 jiwa yang terletak 600 kilometer di barat laut ibu kota, Port Moresby.
"Perawatan medis diberikan kepada tujuh orang, termasuk seorang anak," kata Aktoprak, yang mengatakan dia tidka memiliki informasi mengenai tingkat cedera mereka.
"Jumlah korban dan luka-luka dikhawatirkan akan meningkat drastis."
Perdana Menteri Papua Nugini James Marape mengatakan pada hari Jumat bahwa dia akan merilis informasi tentang skala kehancuran dan korban jiwa ketika informasi tersebut tersedia.
Seluruh kebun pangan yang menopang populasi pertanian subsisten di desa tersebut hancur dan tiga aliran sungai yang menyediakan air minum terkubur oleh tanah longsor, yang juga menutup jalan raya utama provinsi tersebut.
"Sebuah konvoi sudah meninggalkan Wabag (ibu kota Enga) membawa makanan, air, dan kebutuhan penting lainnya ke desa yang hancur sejauh 60 kilometer," tutur Aktoprak.
Aktoprak mengatakan bahwa selain makanan dan air, penduduk desa sangat membutuhkan tempat berteduh dan selimut.
"Bantuan akan ditargetkan kepada kelompok yang paling rentan, termasuk anak-anak, perempuan, penyandang disabilitas, dan orang lanjut usia," ujarnya.
Dukungan dari AS dan Australia
Upaya pemberian bantuan tertunda karena tanah longsor menutup jalan raya utama provinsi.
"Puing-puing tanah longsor sedalam 6 hingga 8 meter juga memutus aliran listrik di wilayah tersebut," kata Aktoprak.
Tanah yang tidak stabil menimbulkan risiko bagi upaya bantuan serta masyarakat yang berada di lereng gunung.
Papua Nugini adalah negara berkembang dan beragam yang sebagian besar penduduknya adalah petani subsisten dan menguasai 800 bahasa. Hanya ada sedikit jalan di luar kota-kota besar.
Dengan jumlah penduduk sebanyak 10 juta jiwa, negara ini merupakan negara terpadat di Pasifik Selatan setelah Australia, yang merupakan rumah bagi sekitar 27 juta jiwa.
Amerika Serikat (AS) dan Australia sedang membangun hubungan pertahanan yang lebih erat dengan negara yang penting secara strategis ini, sementara pada saat bersamaan China mengupayakan hubungan keamanan dan ekonomi yang lebih erat.
Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan pemerintah mereka siap membantu merespons bencana tanah longsor di Papua Nugini.
"Doa kami untuk semua keluarga yang terdampak tragedi ini dan semua responden pertama yang menempatkan diri mereka dalam bahaya untuk membantu sesama warga negara mereka," ungkap Biden.
"AS mendukung Papua Nugini – mitra dekat dan teman kami – hari ini dan selamanya."
Sementara itu, Albanese menulis di platform media sosial X, "Semua warga Australia berduka atas saudara dan saudari kita di Papua Nugini setelah tanah longsor yang mengerikan."
Australia adalah tetangga dekat Papua Nugini dan pemberi bantuan luar negeri yang paling dermawan.
Advertisement