Liputan6.com, Dhaka - Setidaknya 32 anak tewas dan banyak lagi yang terluka dan ditahan selama protes reformasi kuota pegawai negeri sipil (PNS) yang disertai kekerasan di Bangladesh pada Juli.
"UNICEF kini telah mengonfirmasi bahwa setidaknya 32 anak tewas selama protes bulan Juli, dengan banyak lagi yang terluka dan ditahan. Ini adalah kehilangan yang mengerikan. UNICEF mengutuk semua tindakan kekerasan," ujar Direktur Regional UNICEF untuk Asia Selatan Sanjay Wijesekera pada Jumat (2/8/2024), seperti dikutip dari situs web UNICEF, Sabtu (3/8).
Baca Juga
"Anak-anak harus dilindungi setiap saat. Itu adalah tanggung jawab semua orang."
Advertisement
Wijesekera juga mencatat laporan bahwa anak-anak ditahan dan menekankan bahwa bagi seorang anak, bersentuhan atau berkonflik dengan hukum bisa sangat menakutkan.
Sejalan dengan hukum hak asasi manusia internasional dan Konvensi PBB tentang Hak Anak, yang ditandatangani Bangladesh, dia menyerukan diakhirinya penahanan anak-anak dalam segala bentuknya.
"Ini berarti bahwa anak-anak tidak boleh ditangkap atau ditahan hanya karena keberadaan mereka di lokasi mana pun atau karena latar belakang, agama, atau tindakan atau kepercayaan anggota keluarga mereka," tegasnya.
UNICEF Desak Agar Sekolah Kembali Aktif
Dengan pecahnya protes, pihak berwenang memerintahkan penutupan sekolah, yang menyebabkan sekitar 30 juta siswa dari tingkat pra-sekolah hingga sekolah menengah kehilangan 10 hari sekolah. Hal ini, sebut Wijesekera, memperparah hilangnya pembelajaran akibat penutupan sekolah awal tahun ini karena suhu ekstrem, topan, dan banjir.
Sekolah dasar diperkirakan akan dibuka kembali pada tanggal 5 Agustus di banyak bagian Bangladesh, namun sekitar 15,5 juta anak sekolah masih belum dapat melanjutkan pembelajaran.
Wijesekera menggarisbawahi pentingnya membuka kembali sekolah, melanjutkan pembelajaran, dan mempertemukan kembali anak-anak dengan teman dan guru mereka.
"(Itu) adalah salah satu cara terbaik untuk membantu anak-anak pulih dari kekerasan dan menjaga mereka tetap aman," katanya, seraya menambahkan, "Semakin lama anak-anak tidak bersekolah, terutama anak perempuan, semakin kecil kemungkinan mereka untuk kembali, yang mana itu membahayakan masa depan mereka."
Demonstrasi mahasiswa Bangladesh sejak bulan lalu menuntut reformasi sistem kuota PNS di tengah meningkatnya pengangguran.
Lebih dari 200 orang dilaporkan tewas dalam bentrokan dengan pasukan keamanan.
Pihak berwenang sendiri telah mengurangi kuota PNS bagi keluarga veteran, yang bertempur dalam perang kemerdekaan tahun 1971, dari 30 persen menjadi hanya 5 persen. Namun, protes baru pecah di beberapa bagian ibu kota Dhaka pada hari Jumat, di mana massa menuntut pertanggungjawaban pemerintah atas penanganan unjuk rasa.
Advertisement