Manusia Tidak Akan Bisa Mendarat di Jupiter, Ini Alasannya

Keunikan lain dari Jupiter adalah planet ini dikelilingi oleh puluhan bulan. Jupiter juga mempunyai beberapa cincin, namun tidak seperti cincin Saturnus yang populer, cincin Jupiter sangat redup dan terbuat dari debu.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 15 Nov 2024, 03:00 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2024, 03:00 WIB
Planet Jupiter
Planet Jupiter (Sumber: dreamstime.com)

Liputan6.com, Jakarta - Jupiter merupakan planet terbesar di tata surya kita. Sebagai gambaran, Jupiter berukuran dua kali lebih besar dari gabungan semua planet lainnya.

Keunikan lain dari Jupiter adalah planet ini dikelilingi oleh puluhan bulan. Jupiter juga mempunyai beberapa cincin, namun tidak seperti cincin Saturnus yang populer, cincin Jupiter sangat redup dan terbuat dari debu.

Para astronom menyebut Jupiter sebagai bintang yang gagal. Sebab seperti bintang, planet ini kaya akan hidrogen dan helium.

Namun massa Jupiter tidak cukup untuk memicu reaksi fusi di intinya. Jupiter memerlukan 70 kali massanya saat ini, untuk memicu proses fusi nuklir dan menjadi bintang.

Siapa angka, manusia atau wahana antariksa tidak akan pernah bisa menjelajahi permukaan Jupiter. Tidak seperti bumi, Planet Jupiter tidak memiliki permukaan padat.

Melansir laman Science Alert pada Rabu (14/11/2024), Jupiter tidak memiliki permukaan kokoh seperti bumi. Tidak ada tanah, batu, atau permukaan padat untuk berjalan maupun mendaratkan pesawat ruang angkasa.

Berbeda dengan planet lain di tata surya, Jupiter tidak memiliki komposisi berupa material padat dan berbatu. Planet ini hanya terdiri dari komposisi gas seperti matahari.

Hal ini menyebabkan mengapa Jupiter sering kali dijuluki sebagai "raksasa gas". Ditambah, kandungan gas hidrogen dan helium pada Jupiter menghasilkan tekanan yang sangat kuat.

Tekanan ini dapat membuat tubuh manusia meledak. Pada kedalaman 1.600 kilometer di Jupiter, gas yang terdapat di atas kemudian berubah menjadi hidrogen cair hingga menciptakan lautan.

Namun, lautan ini tidak memiliki air melainkan gas yang berbentuk cair. Sementara di kedalaman sekitar 32.000 kilometer di Jupiter, hidrogen cair kemudian berubah menjadi hidrogen metalik dengan elektron yang bergerak bebas.

Pada bagian inti Jupiter, tekanan menjadi semakin tinggi setara dengan 100 juta atmosfer bumi. Bagian inti Jupiter juga memiliki suhu yang sangat tinggi mencapai 20.000 derajat Celsius atau tiga kali lipat lebih panas daripada permukaan matahari.

 

Misi Antariksa untuk Jupiter

Melansir laman NASA pada Kamis (14/11/2024), salah satu misi antariksa untuk mengungkap misteri Planet Jupiter adalah Juno milik NASA. Juno melaju dengan kecepatan luar biasa, mencapai 257.495 kilometer per jam saat memasuki orbit Jupiter.

Wahana antariksa ini menjadi teknologi tercepat yang pernah dibuat manusia. Juno memanfaatkan panel surya untuk menghasilkan energinya.

Hal ini menjadikannya wahana antariksa pertama yang ditenagai matahari di orbit Jupiter. Hal ini memungkinkan Juno untuk beroperasi dalam jangka waktu yang lebih lama tanpa perlu pengisian ulang bahan bakar.

Juno telah memberikan data penting tentang atmosfer Jupiter, termasuk komposisinya, pola anginnya yang ganas, dan bahkan keberadaan aurora yang memukau. JunoCam, kameranya yang canggih, telah menangkap gambar-gambar menakjubkan dari Great Red Spot, badai raksasa yang telah mengamuk di Jupiter selama berabad-abad.

Juno mempelajari medan magnet Jupiter yang kuat. Data dari Juno telah menunjukkan bahwa medan magnet Jupiter jauh lebih kompleks dan dinamis daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Selain mempelajari Jupiter sendiri, Juno juga telah melakukan beberapa penerbangan dekat dengan bulan-bulan Jupiter, termasuk Ganymede, Europa, dan Io. Penerbangan ini telah memberikan wawasan baru tentang bulan-bulan ini, termasuk kemungkinan adanya lautan bawah tanah di Europa.

Misi Juno dijadwalkan untuk berlanjut hingga tahun 2025, dengan kemungkinan perpanjangan misi di masa depan. Juno terus memberikan data baru yang berharga tentang Jupiter dan sistemnya, membantu kita untuk lebih memahami raksasa gas ini dan tempatnya di alam semesta.

(Tifani)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya