Liputan6.com, Pyongyang - Media pemerintah Korea Utara (KCNA) pada Senin (16/12/2024) mengutuk presiden Korea Selatan yang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, sebagai "tokoh utama pemberontakan". Ini merupakan reaksi pertama Korea Utara terhadap pemakzulannya setelah menetapkan darurat militer yang hanya bertahan singkat pada 3 Desember
Korea Utara relatif tidak bersuara mengenai kekacauan politik di Korea Selatan, yang puncaknya terjadi pada hari Sabtu (14/12) ketika parlemen negara itu memilih memakzulkan Yoon Suk Yeol atas tuduhan "pemberontakan".
Baca Juga
Yoon Suk Yeol telah ditangguhkan dari jabatannya sementara Mahkamah Konstitusi Korea Selatan mempertimbangkan apakah akan memecatnya atau memulihkan kekuasannya. Sementara itu, Perdana Menteri Han Duck-soo menjabat sebagai presiden sementara.
Advertisement
Terhitung sejak Sabtu, Mahkamah Konstitusi memiliki waktu 180 hari untuk memutuskan nasib Yoon Suk Yeol.
Ketua sementara Mahkamah Konstitusi, Moon Hyung-bae, menyatakan mengadakan pertemuan dengan para hakim pada Senin pagi untuk merencanakan jadwal sidang.
KCNA melaporkan bahwa Yoon Suk Yeol telah berusaha mengalihkan tanggung jawab atas "deklarasi darurat militer yang bodoh" kepada partai oposisi.
"Penyelidikan terhadap boneka Yoon Suk Yeol, tokoh utama pemberontakan dan para kaki tangannya sedang berlangsung," kata KCNA seperti dikutip dari CNA.
"Mahkamah Konstitusi boneka itu akan memutuskan" apakah Yoon Suk Yeol akan dipecat."
Media negara Korea Utara sering menyebut para pemimpin dan lembaga di Korea Selatan sebagai "boneka" dari sekutu mereka, Amerika Serikat (AS).
KCNA sebelumnya menggambarkan Korea Selatan "dalam kekacauan" akibat deklarasi darurat militer.
Penyelidikan Pasca Darurat Militer Gagal
Penyelidikan terhadap Yoon Suk Yeol dan lingkaran dalamnya terkait dengan deklarasi darurat militer terus berlangsung. Yoon Suk Yeol masih dikenai larangan bepergian ke luar negeri selama penyelidikan.
Pada hari Minggu (15/12), kejaksaan mengungkapkan bahwa mereka telah memanggil Yoon Suk Yeol untuk diinterogasi terkait tuduhan pemberontakan, namun dia menolak untuk memenuhi panggilan tersebut.
Kejaksaan menyatakan akan mengeluarkan "panggilan kedua", dan kantor berita Yonhap melaporkan bahwa hal itu bisa dilakukan pada Senin.
Protes besar yang mendukung maupun menentang Yoon Suk Yeol mengguncang ibu kota Korea Selatan sejak deklarasi darurat militer pada 3 Desember. Demonstran dari kedua pihak berjanji akan terus melakukan tekanan seiring Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan nasib Yoon Suk Yeol.
"Pada hari Minggu, polisi menangkap kepala dan mantan kepala Komando Intelijen Pertahanan terkait tuduhan pemberontakan," lapor Yonhap.
Yonhap juga melaporkan bahwa kejaksaan sedang mengajukan permohonan surat perintah penangkapan untuk Kepala Komando Perang Khusus Angkatan Darat, Kwak Jong-keun. Dia diduga mengirim pasukan khusus ke parlemen selama upaya penerapan darurat militer, yang memicu konfrontasi dramatis antara tentara dan anggota parlemen.
Sementara itu, pemerintah Korea Selatan berupaya menunjukkan bahwa aktivitas pemerintahan tetap berjalan seperti biasa.
Presiden sementara Han Duck-soo, pada hari Minggu, mengadakan percakapan dengan Presiden AS Joe Biden, yang menegaskan pentingnya hubungan bilateral kedua negara.
Han Duck-soo juga memerintahkan militer untuk "meningkatkan kewaspadaan" terhadap Korea Utara, di mana kedua negara secara teknis masih berada dalam keadaan perang.
Advertisement