Penerbangan Internasional dari dan ke Suriah Kembali Beroperasi Sejak Rezim Assad Runtuh

Pesawat-pesawat Suriah telah dicat ulang dengan bendera nasional baru yang menggantikan bendera yang digunakan di bawah pemerintahan Assad.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 08 Jan 2025, 07:01 WIB
Diterbitkan 08 Jan 2025, 07:01 WIB
Seorang pria menginjak gambar presiden terguling, Bashar al-Assad, saat orang-orang memasuki kediamannya di daerah Malki, Damaskus, pada Minggu (8/12/2024), setelah pemberontak menyatakan mereka telah merebut ibu kota Suriah.
Seorang pria menginjak gambar presiden terguling, Bashar al-Assad, saat orang-orang memasuki kediamannya di daerah Malki, Damaskus, pada Minggu (8/12/2024), setelah pemberontak menyatakan mereka telah merebut ibu kota Suriah dalam serangan kilat, yang menyebabkan Assad melarikan diri dan mengakhiri lima dekade kekuasaan keluarganya di Suriah. (Dok. AFP)

Liputan6.com, Damaskus - Penerbangan internasional pertama mendarat di Suriah pada Selasa (7/1/2025), sejak penggulingan Presiden Bashar al-Assad bulan lalu. Penerbangan dari Qatar mendarat sekitar pukul 13.00 waktu setempat di Bandara Internasional Damaskus, menurut wartawan AFP, menandai penerbangan pertama dari negara Teluk tersebut dalam 13 tahun terakhir.

Sementara itu, penerbangan Syrian Airlines juga lepas landas menuju Sharjah di Uni Emirat Arab, sekitar pukul 11.45 waktu setempat.

"Hari ini menandai awal yang baru," kata direktur bandara Anis Fallouh kepada AFP. "Kami telah mulai menyambut penerbangan internasional yang lepas landas dan mendarat di Damaskus."

Ini adalah penerbangan komersial internasional pertama sejak 8 Desember 2024, tanggal ketika Damaskus direbut oleh kelompok bersenjata yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS).

Pemerintahan baru Suriah telah berusaha mengakhiri isolasi negara tersebut di tengah kekhawatiran yang terus berlanjut mengenai pemerintahan dan hubungan masa lalu HTS dengan al-Qaeda.

Selama kunjungan ke Qatar pada Minggu (5/1), menteri luar negeri Suriah yang baru mengatakan sanksi Amerika Serikat (AS) yang dijatuhkan pada pemerintahan sebelumnya menghambat kemampuan negara untuk pulih dengan cepat setelah bertahun-tahun konflik. Dia mendesak Washington untuk mencabutnya.

"Sanksi-sanksi ini merupakan penghalang dan hambatan bagi pemulihan dan perkembangan cepat rakyat Suriah yang menantikan layanan dan kemitraan dari negara-negara lain," kata Menteri Luar Negeri Suriah Asaad al-Shibani setelah bertemu dengan Perdana Menteri Qatar Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, yang juga menjabat sebagai menteri luar negeri seperti dikutip dari Middle East Eye, Rabu (8/1).

Pelonggaran Sanksi

Rayakan Tumbangnya Rezim Bashar al-Assad, Warga Suriah di Berbagai Negara Turun ke Jalan
Pemberontak yang dipimpin oleh kelompok Islamis menggulingkan penguasa lama Suriah, Bashar al-Assad. Tampak dalam foto, anggota komunitas Suriah melambaikan bendera Suriah dan menyalakan suar pada tanggal 8 Desember 2024 di Berlin, Jerman, untuk merayakan berakhirnya kekuasaan rezim Bashar al-Assad. (RALF HIRSCHBERGER/AFP)

Pada Senin, AS mengumumkan akan melonggarkan beberapa sanksi terhadap Suriah. Kementerian Keuangan AS mengeluarkan izin yang berlaku selama enam bulan untuk beberapa transaksi, seperti penjualan energi dan transaksi terkait lainnya.

Namun, Kementerian Keuangan AS menegaskan bahwa ini bukanlah pencabutan sanksi, melainkan langkah untuk memastikan sanksi tidak menghalangi kebutuhan dasar manusia, termasuk layanan publik dan bantuan kemanusiaan.

Perjalanan luar negeri pertama Shibani adalah ke Arab Saudi pada Rabu lalu, di mana dia bertemu pejabat setempat untuk membahas dukungan terhadap transisi politik Suriah.

Menteri luar negeri Suriah tersebut juga akan mengunjungi Uni Emirat Arab dan Yordania minggu ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya