Ini yang Dinilai Saat Capres-Cawapres Saat Jalani Tes Kesehatan

Jika sampai hasil dari pemeriksaan ditemukan adanya disabilitas, maka pasangan itu tak pantas maju sebagai calon pemimpin negara.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 23 Mei 2014, 07:00 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2014, 07:00 WIB
Jokowi-JK Jalani Tes Kesehatan
Untuk melakukan tes medis capres-cawapres, KPU menyiapkan sebanyak 45 dokter ahli di bidang masing-masing, serta 2 ahli dokter bagian pemeriksa kejiwaan atau psikologis.

Liputan6.com, Jakarta Pemeriksaan kesehatan yang tengah dilakukan pasangan capres-cawapres dalam dua hari ini di RSPAD Gatot Soebroto, bukanlah untuk melihat apakah keduanya sakit secara fisik atau tidak. Melainkan, untuk melihat adakah kondisi disabilitas atau tidak dalam dirinya.

Jika sampai hasil dari pemeriksaan ditemukan adanya disabilitas, maka pasangan itu tak pantas maju sebagai calon pemimpin negara.

Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr. Daeng Muhammad Faqih, MH mengatakan, penilaian disabilitas adalah penilaian akan faktor mampu atau tidaknya capres-cawapres itu terhadap jabatan yang akan diamanatkan kepadanya.

"Salah satu kriteria penilaiannya adalah gangguan mental. Bagaimana pun, seorang Presiden yang akan mengambil keputusan dan memberikan kebijakan, harus memiliki mental yang sehat. Tidak mungkinlah, orang yang memiliki disabilitas pada mental baik untuk melakukan tugasnya.," kata Daeng dalam acara `Konferensi Pers Peluncuran Univadis` di Restoran Seribu Rasa, Lotte Shopping Avenue, Kuningan, Jakarta, Kamis (22/5/2014)

Selain itu, capres-cawapres akan dilihat kemampuan fisik dari keseluruhan organ yang dimilikinya. Mulai dari pendengaran sampai penglihatan, tak luput dari pemeriksaan. "Semua itu akan dinilai. Apakah ada gangguan yang masuk kategori disabilitas atau tidak. Misalnya saja, jarak pandangnya atau kondisi mata yang sudah tidak maksimal. Lebih baik jangan," kata dia menambahkan.

Menurut Daeng, bagaimana bisa seorang pemimpin yang memiliki kekurangan pada organ tubuhnya memutuskan sesuatu dan mengambil langkah tegas untuk seluruh warganya. Sebab, melihat sesuatu saja dia tidak bisa, sudah tentu tanda tangan pun tidak akan bisa.

"Tapi, kalau gangguan tidak mengarah pada disabilitas, ya tidak masalah. Misalnya, mata minus. Itu tidak mengganggu," kata Daeng menekankan.

Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh 50 orang dokter itu, jelas Daeng, semua organ akan dinilai satu per satu. Mulai dari jantung sampai paru, semuanya akan diperiksa. Meski begitu, tetaplah yang dilihat bukan dari sakit atau tidaknya organ tubuh pasien itu. Melainkan, kemampuan organ tersebut untuk menjalankan fungsinya.

"Misalnya saja gangguan ginjal berat. Tidak mungkinlah menjalankan tugas Presiden dengan baik. Kalau ringan, ya tidak masalah," kata dia menerangkan.

Dalam pemeriksaannya pun, ada perbedaan yang sangat mencolok antara pasien biasa dan capres-cawapres ini. Bedanya, kata Daeng menjelaskan, lebih kepada di penilaian. Termasuk pernyataan yang mengarah pada apakah organ yang diperiksa masuk kategori disabilitas atau tidak.

"Misalnya untuk capres-cawapres yang memiliki penyakit jantung, kita lihat gradiasinya. Mulai dari 1 sampai 4. Kalau gradiasi jantungnya di grade-4, masuk kategori disabilitas. Pun dengan penyakit ginjal, sudah ditentukan juga disabilitasnya," kata dia menerangkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya