Sambiloto Efektif Cegah Malaria

Bahan aktif sambiloto, andrografolida, terbukti efektif menghambat pertumbuhan parasit malaria dan memiliki potensi sebagai obat antimalaria

oleh Fitri Syarifah diperbarui 11 Jun 2014, 10:01 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2014, 10:01 WIB
Sambiloto Efektif Cegah Malaria
Bahan aktif sambiloto, andrografolida, terbukti efektif menghambat pertumbuhan parasit malaria dan memiliki potensi sebagai obat antimalaria

Liputan6.com, Jakarta Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang banyak ditemukan di negara beriklim tropis dan sub-tropis termasuk Indonesia. Ada lima jenis Plasmodium yang dapat menyerang manusia. Tapi yang paling berbahaya adalah Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax dan Plasmodium falciparum karena dapat menyebabkan kematian.

Meninjau hal tersebut, Doktor dalam Ilmu Biomedik Fakulstas Kedokteran Universitas Indonesia, Dra. Risdawati, Apt., M.Kes melakukan penelitian terhadap senyawa Andrografolida pada Sambiloto (Andrographis paniculata, Ness) sebagai Senyawa Antimalaria.

"Sambiloto punya banyak bahan aktif. Tapi yang saya gunakan hanya satu senyawa sambiloto yang paling dominan dalam jumlah dan efeknya yaitu Andrografolida. Penelitian efek lain sambiloto mungkin banyak tapi untuk malaria baru mulai dikerjakan. Senyawa ini tidak saya ekstrak langsung tapi sudah ada dalam bentuk murni," kata Risdawati saat ditemui Liputan6.com di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, Selasa (10/6/2014).

Risdawati mengungkapkan, bahan aktif sambiloto, andrografolida, terbukti efektif menghambat pertumbuhan parasit malaria dan memiliki potensi sebagai obat antimalaria.

"Untuk membuktikan khasiat dan keamanan suatu obat perlu diketahui cara dan tempat kerjanya. Dari penelitian yang dilakukan pada Plasmodium berghei secara ex vivo diketahui andrografolida menganggu sistem pertahanan antioksidan parasit dan dapat menghambat pertumbuhan parasit malaria.  Sistem pertahanan antioksidan Plasmodium berghei yang terdiri dari sistem gultation dan tioredoksin menjadi turun dengan sangat jelas setelah diberi andrografolida dan dapat simpulkan bahwa andrografolida bekerja dengan mempengaruhi status oksidatif parasit," jelas Risdawati.

Namun meski penelitian ini dikatakan aman, Risdawati mengatakan, penelitian ini masih memerlukan penelitian leboh lanjut untuk menentukan dosis dan efek bagi seseorang dengan kondisi tertentu.

"Ini belum bisa dibilang obat, calon obat. Jadi kita nggak mau gegabah dengan apa yang kita temukan. Jadi walaupun sambiloto ini pernah diteliti secara sistematis dan sesuai kode etik global dan aman, tapi publik perlu tahu, suatu obat harus didukung bukti ilmiah," terangnya.

Risdawati pun berharap penelitian ini bisa menjadi andil bagi tingginya kasus malaria di wilayah Timur Indonesia.

Di sisi lain, Guru Besar Biokimia dan Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. Dr. Mohamad Sadikin, D.Sc juga mengaku senang dengan penelitian Risdawati. Ia berharap penelitian ini bisa meningkatkan imunitas masyarakat mengingat kendala yang dihadap penelti ialah transportasi.

"Sejak perkembangan transportasi meningkat, peneliti semakin sulit mengembangkan obat malaria. Infeksi pertama misalnya ia sedang di Eropa, tapi dalam 24 jam ia sudah tiba di eropa. Itupun mungkin di rumahnya tidak ada nyamuk. Tapi setelah itu ia berkemah, disitu ia digigit nyamuk. Masalah transportasi ini menurunkan imunitas. Sejak 1970, vaksin malaria telah dikembangkan tapi nyamuk yang cerdik membuat penelitian tidak berkembang," kata Sadikin.

Maka itu Sadikin juga berharap besar penelitian dengan sumber atau bahan alam seperti sambiloto yang dilakukan Risdawati ini bisa didukung untuk memperkaya gudang senjata malaria.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya