3 Sebab Anak Senang Menyakiti Diri Sendiri

Untuk menentukan apa penyebab tantrum, kita harus melihat terlebih dulu profil klinis si anak

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 12 Jun 2014, 17:00 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2014, 17:00 WIB
3 Penyebab Anak Jadi Tantrum
"Untuk menentukan apa penyebabnya, kita harus melihat terlebih dulu profil klinis dari anak tersebut."

Liputan6.com, Jakarta Tantrum merupakan aksi yang diperlihatkan seorang anak ketika secara emosional berperilaku tidak tepat dan wajar. Mulai dari menyakiti diri sendiri, guling-guling, dan loncat-loncatan. Ternyata, ada banyak faktor yang menyebabkan anak menjadi tantrum.

"Untuk menentukan apa penyebabnya, kita harus melihat terlebih dulu profil klinis dari anak tersebut," kata Psikolog Anak dan Keluarga Roslina Verauli kepada Health Liputan6.com di Bunga Rampai, Jakarta, ditulis Kamis (12/6/2014)

Berikut profil klinis untuk menentukan apa penyebab seorang anak menjadi tantrum, seperti yang dijelaskan oleh Roslina Verauli;

1. Status perkembangan

Roslina mengatakan, hal pertama yang harus dilihat adalah status perkembangan anak tersebut. Apakah mengalami ADHD, Autisme, dan Communication Disorder. Kalau anak terhambat secara komunikasi, pasti akan lebih mudah tantrum dan berisiko menampilkan perilaku tantrum.

"Dia berisiko karena sukar untuk mengekspresikan emosi-emosi negatif dan meregulasi emosi itu. Maksudnya, dia sulit mengelolah emosi negatif ke dalam bentuk ekspresi verbal yang sehat," kata Roslina.

2. Perkembangan bahasa

Anak yang dari segi kemampuan berbahasa belum berkembang maksimal akan lebih sulit membuat orang lain paham akan kemauannya. Dengan sukar membuat orang paham, maka akan lebih mudah tantrum.

3. Temperamen anak

Lebih lanjut Roslina menjelaskan, tempramen bawaan anak pun turut memengaruhi kondisi ini. Sebab, ada tempramen bawaan anak yang sangat keras (difficult temperament). Anak yang memiliki sifat ini dari lahir saja sudah memperlihatkan kondisinya.

"Kalau anak normal, nangisnya berirama pada pukul 01.00 sampai 03.00 pagi. Sedangkan si pemilik tempramen ini, nangisnya itu kejer," kata Roslina.

Kalau ternyata kondisi anak jauh dari faktor-faktor di atas, lanjut Roslina, maka bisa dilihat faktor lainnya.

"Jangan-jangan karena efek pengasuhan dan faktor lingkungan. Kalau difficult temperament, anak memiliki ambang toleransi yang rendah. Jadi, kalau badannya panas sedikit saja, langsung ngamuk," kata Rosline menerangkan.

Menurut wanita berambut panjang ini, kalau dalam sehari-hari anak tersebut masuk ke dalam kategori normal, bahasanya baik, yang harus dilihat adalah pola pengasuhan. Pola pengasuhan yang salah adalah pola pengasuhan yang tidak memberi model bagaimana cara menampilkan emosi saat negatif dalam bentuk yang tepat

Oleh karena itu, orangtua harus meregulasi emosi anak sejak si buah hati berusia 0 sampai 2 tahun. Di usia 2 sapai 3 tahun, bantulah anak untuk tidak hanya meregulasi emosi dasar saja, melainkan juga meregulasi emosi ke tahapan yang lebih tinggi.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya