Liputan6.com, Jakarta Masih jelas mungkin dalam benak kita beberapa hari lalu semua orang merayakan Hari Ibu. Wajar mungkin bila dirayakan mengingat risiko tinggi kematian yang bisa dialami ibu saat hamil dan melahirkan.
Seperti disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Prof dr Tjandra Yoga Aditama bahwa secara definisi, kematian ibu atau kematian maternal adalah kematian perempuan pada saat hamil atau dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dan lain-lain.
"Kematian ibu merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi yang sangat penting karena mempunyai dampak yang besar terhadap kehidupan keluarga dan masyarakat. Kematian seorang wanita saat melahirkan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup bayinya, karena bayi yang bersangkutan akan mengalami nasib yang sama dan keluarganya bercerai berai. Oleh karena itu angka kematian ibu digunakan sebagai salah satu indikator kesejahteraan masyarakat, khususnya indikator kesehatan ibu," kata Tjandra melalui pesan singkatnya pada Liputan6.com, ditulis Rabu (24/12/2014).
Oleh sebab itu, untuk itu kesepakatan global, Angka Kematian Ibu (AKI) dijadikan salah satu target yang masuk dalam tujuan pembangunan millenium (millenium development goals – MDGs), yaitu meningkatkan kesehatan ibu sehingga target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai tiga perempat risiko jumlah kematian ibu dari angka tahun 1990.
Persoalan kematian ibu yang terjadi, secara langsung disebabkan indikasi yang lazim muncul, yakni pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang-kejang, aborsi, dan infeksi. Hasil kajian Badan Litbangkes tahun 2012 diketahui penyebab kematian ibu terbesar adalah kelompok hipertensi dalam kehamilan (oedema, preteinurea, hypertensive disorder), disusul perdarahan post partum (Kementerian Kesehatan – UNFPA, 2012).
Sedangkan penyebab tidak langsung dari kematian ibu adalah karena kondisi masyarakat seperti pendidikan, sosial ekonomi dan budaya, serta kondisi geografi dan sarana pelayanan yang kurang siap ikut memperberat permasalahan ini. Beberapa hal tersebut mengakibatkan 3 kondisi terlambat (terlambat mengambil keputusan, terlambat sampai di fasilitas pelayanan kesehatan, dan terlambat mendapat pertolongan tenaga kesehatan yang adekuat) dan 4 terlalu (terlalu tua dan terlalu muda saat hamil dan melahirkan, terlalu banyak punya anak dan terlalu rapat jarak antar kelahiran).
Advertisement
Selain itu, masih banyak perempuan di Indonesia yang menikah pada usia di bawah 19 tahun, apabila terlalu muda ketika hamil dikhawatirkan rahim mereka belum siap dan membuat saluran kelahiran mudah pecah. Dari sisi fasilitas kesehatan, infrastruktur juga belum merata, sehingga terkadang masyarakat harus menempuh jarak yang begitu jauh untuk sampai ke puskesmas maupun fasilitas layanan kesehatan.
Â
Untuk itu, lanjut Tjandra, pemerintah telah melakukan berbagai upaya dengan memperkuat pelayanan kesehatan dasar atau puskesmas untuk mampu PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) dan rumah sakit untuk mampu PONEK (pelayanan obstetri neonatal esensial / emergensi komperhensif), meningkatkan kuantitas dan kualitas bidan dan tenaga kesehatan lain hingga ke pelosok perdesaan, memperbaiki sistem rujukan, serta meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan ibu dan persalinan di fasilitas kesehatan.
Program lain yang dilakukan dan telah terbukti mampu meningkatkan indikator proksi (persalinan oleh tenaga kesehatan) dalam penurunan AKI adalah Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Program ini telah meningkatkan peran aktif suami (suami siaga), keluarga dan masyarakat dalam merencakan persalinan yang aman.
Begitu juga kaum ibu didorong untuk melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dilanjutkan pemberian ASIeksklusif selama 6 bulan.
Kompleksnya permasalahan di sekitar kematian ibu menunjukkan bahwa untuk penurunannya tidak hanya bisa dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, tetapi memerlukan sentuhan tangan sektor lain di luar Kementerian Kesehatan sehingga tercipta concertedefforts dari pemerintah, akademisi, LSM maupun swasta dan masyarakat.
Upaya kesehatan ibu harus sudah dimulai sejak remaja dengan membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat, gizi yang baik, pembinaan kesehatan reproduksi remaja, dan lain-lain melalui upaya promotif preventif.
Hal lain yang juga tidak kalah penting adalah pemberdayaanmasyarakat melalui reorientasi dan peningkatan pengetahuan ibu hamil, keluarga dan masyarakat mengenai kesiapan menghadapi kehamilan dan persalinan.