Anak Juga Harus Diajari Menerima Kekalahan dengan Jiwa Besar

Dalam pertandingan ada yang menang dan ada yang kalah. Anak harus siap dengan hasil akhirnya.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 29 Nov 2015, 08:00 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2015, 08:00 WIB
Begini Upacara Pemberkatan Biksu Kecil di Kuil
Seorang anak terlihat menangis usai rambutnya dicukur saat upacara pemberkatan Biksu di kuil Jogye, Seoul, Senin (11/5/2015). Upacara ini diadakan bertepatan dengan hari ulang tahun Buddha. (REUTERS/Thomas Peter)

Liputan6.com, Jakarta Selain diberi pembekalan materi dan latihan, anak yang akan mengikuti satu perlombaan harus diajarkan bagaimana cara menanggapi suatu kekalahan. Dalam pertandingan ada yang menang dan ada yang kalah. Anak harus siap dengan hasil akhirnya.

"Siap menang dan siap kalah ini masalah mentalitas. Yang seharusnya diberitahu sejak dini," kata Psikolog klinis dewasa dari rumah sakit Bethsaida Serpong, FX Albino Prasodjo kepada Health Liputan6.com di Senayan City ditulis Sabtu (28/11/2015).

Menurutnya, anak juga harus disadarkan sejak dini bahwa dalam suatu pertandingan ada yang menang dan kalah. Semua orang tentu tidak ada yang berharap kalah. Namun harus sadar juga, lawan mungkin jauh lebih baik dari kita. Ini adalah sebuah proses, proses dari nothing menjadi something. Anak jadi tahu rasanya kalah seperti apa dan ketika menang seperti apa.

"Terlebih ketika seorang menang karena pernah punya pengalaman kalah, dia tetap respect sama orang yang kalah dan tidak meledek," kata Albino.

Tak dapat dipungkiri, menghargai lawan yang kalah masih sulit dilakukan para anak muda. Jika menang, akan meledek yang kalah. Merasa tak terima diledek, si kalah mengajak ribut si menang yang pada akhirnya terjadilah perkelahian. "Ini yang harus ditekanka. Semua itu berawal dari keluarga. Di mana keluarga jadi role model," kata Albino.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya