Liputan6.com, Jakarta University of East Anglia dan Harvard University menemukan senyawa dalam buah blueberry yang bernama flavanoid memiliki kekuatan untuk mencegah disfungsi ereksi (DE).
Profesor Aedin Cassidy, dari University of East Anglia mengatakan, "Ini adalah studi pertama yang meneliti hubungan antara flavonoid untuk disfungsi ereksi, di mana kekuatan dari flavonoid dalam blueberry dapat mempengaruhi disfungsi ereksi pada semua pria, baik pria paruh baya dan pria usia lanjut", ujarnya pada Daily Mail, Jumat (15/01/2016).
Baca Juga
Dr Eric Rimm, seorang profesor epidemiologi dan nutrisi di Harvard T.H. Chan School of Public Health menambahkan, "Pria dengan DE berpotensi mengalami problema kesehatan jantung di kemudian hari. Dengan mengobati DE maka kesehatan seorang pria otomatis akan lebih membaik."
Advertisement
Baca Juga
Penelitian yang diterbitkan dalam American Journal of Clinical Nutrition ini menemukan manfaat terbesar dari makanan kaya flavanoid, khususnya untuk mereka yang di berusia di bawah 70 tahun.
Profesor Aedin Cassidy, yang merupakan seorang peneliti utama dari University of East Anglia, mengatakan, "Kami sudah mengetahui bahwa asupan makanan yang tinggi akan senyawa flavonoid, dapat mengurangi risiko penyakit, termasuk kondisi penyakit diabetes dan kardiovaskular," terangnya.
Namun penelitian lebih lanjut perihal manfaat dari senyawa flavonoid, menemukan adanya manfaat baru untuk mengurangi beberapa penyakit manusia. Selanjutnya temuan studi ini menunjukan flavanoid dalam blueberry dapat mengurangi impotensi sebesar 14 persen, dan 21 persen mengurangi risiko DE.
Tak hanya buah blueberry, beberapa jenis buah lainnya seperti strawberry, blackcurrant, anggur, dan cherry juga memilki kekuatan yang sama dalam memerangi DE pada pria. Waktu kerja dari flavonoid dalam tubuh saat memerangi DE bereaksi selama lima jam dalam seminggu.
Penelitian ini melibatkan pelacakan kesehatan pada lebih dari 50 ribu pria setengah baya dari tahun 1986 hingga kini. Disertai data asupan makanan yang diambil setiap empat tahun sekali. Peneliti juga mempertimbangkan faktor lainnya, termasuk berat badan, olahraga, berapa banyak pengkonsumsian kafein, juga rokok.
Para peneliti memperkirakan pada tahun 2025 akan ada 322 juta orang di seluruh dunia mengalami disfungsi ereksi.