Para Dokter Dorong Siap Siaga Bencana dan Terorisme

Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI) cabang Jakarta mendorong implementasi 'Safety Communities' untuk menghadang bencana dan teror

oleh Fitri Syarifah diperbarui 14 Jan 2016, 16:30 WIB
Diterbitkan 14 Jan 2016, 16:30 WIB
20151126-Parkir Liar
Petugas dan sopir ambulans adu mulut saat razia parkir liar (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI) cabang Jakarta mendorong diterapkannya 'Safety Communities' untuk menghadang bencana dan terorisme.

"Untuk membangun ketahanan terhadap bencana hingga terorisme maka perlu implementasi 'Safety Communities’ dalam suatu masyarakat yang mencakup pembangunan kesadaran hingga kapasitas dalam ketanggap-bencanaan dan teror," kata Ketua PDEI, Dr. Abdul Halik Malik, MKM melalui keterangan pers, Kamis (14/1/2016).

Masyarakat khususnya secara individual diharapkan memiliki wawasan dan kapasitas ketanggap-bencanaan yang memadai sehingga kesenjangan persepsi akan hal kebencanaan dapat diminimalisir. Dalam hal ini prosedur keamanan berperan sebagai wadah optimalisasi tanggap bencana di Indonesia.

"Nantinya 'Safety Communities' tidak hanya berlingkup pada kebencanaan saja, tapi juga sebagai platform masyarakat dalam mengembangkan kesadaran dan kepedulian keamanan dalam kehidupan sehari-hari (di jalan raya, di sekolah, di tempat kerja, tempat wisata, pusat perdagangan atau usaha dan sebagainya," ujarnya.

Dokter Putro selaku Bidang Informasi & Publikasi PDEI cabang Jakarta mengatakan, ke depan diharapkan ada 'Safety Council' atau badanketahanan berbasis masyarakat yang terdiri dari berbagai unsur masyarakat, Pemerintah, Organisasi Profesi, Kepolisian, BNPB, BNPT dst. Ini merupakan contoh bagaimana suatu wilayah menempatkan keselamatan, keamanan dan ketanggap-bencanaan pada prioritas utama.

Indonesia berada di urutan ke-34 pada World Risk Index Report 2014. Pada laporan tersebut, masyarakat Indonesia dinilai memiliki level kerentanan yang tergolong tinggi terhadap bencana yaitu sebesar 54,48 persen. Menjelang akhir tahun 2015 hingga di awal tahun 2016 terjadi serangkaian peristiwa gempa bumi, ancaman banjir akibat musim penghujan, dan teror bom di jantung Ibukota DKI Jakarta.

Dalam konteks yang lebih spesifik lagi, Terorisme dinilai sebagai bentuk ancaman yang analog dengan kebencanaan. Bahkan BNPB telah meminta agar Terorisme masuk dalam kategori bencana. Baru-baru ini menurut keterangan kepolisian terjadi serangkaian pengeboman dan penembakan di bilangan Sarinah dan beberapa titik lainnya di Jakarta, setelah sebelumnya sembilan terduga teroris dan kelompok jaringan radikal ditangkap Densus 88 Mabes Polri di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dari hasil pengembangan target mereka, aksi teror di beberapa kota besar di Indonesia, kantor polisi, perwira Polri, para pejabat, Densus 88, tempat ibadah, rumah makan hingga obyek vital masuk incaran mereka.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya