Liputan6.com, Jakarta Bahan baku obat yang ditangani industri farmasi nasional, salah satunya untuk obat generik, sebagian besar masih didapat dari impor. Kebutuhan dalam negeri untuk memproduksi bahan baku obat sendiri belum cukup karena masih mempertimbangkan faktor industri farmasi dari negara lain, seperti Tiongkok.
Baca Juga
Advertisement
"Untuk kebutuhan produksi bahan baku sendiri, Indonesia hanya bisa 0,3 persen. Persentasenya sangat kecil. Kita akan tergilas dengan Tiongkok, yang gencar menanamkan investasi dan mengekspor bahan baku obat ke negara-negara lain di dunia," jelas Ketua Umum Pharma Materials Management Club (PMCC) Kendrariadi Suhanda dalam sesi perbincangan dengan media di The Ritz-Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (14/12/2016).
Menurut Kendrariadi, industri farmasi tidak akan untung kalau bahan baku obat produksi dalam negeri hanya memenuhi kebutuhan JKN saja. Itu artinya produksi farmasi hanya terfokus memenuhi kebutuhan di dalam negeri saja.
Pakai tanaman herbal
Untuk menyiasati ketergantungan produk bahan baku obat impor, industri farmasi melirik produksi dalam negeri berupa tanaman herbal. Kekuatan Indonesia pada obat herbal dapat digunakan sebagai bahan baku produk obat di masa mendatang.
Wakil Ketua Umum PMCC dan Ketua Litbang Perdagangan dan Industri Bahan Baku GP Farmasi Indonesia Vincent Harijanto mengungkapkan, dalam hal bahan baku obat-obatan, Indonesia kaya tanaman obat herbal.
"Tebersit pertanyaan, obat herbal bisa tidak sih dibuat jadi bahan baku obat medis? Kita melihat dulu, ada sekitar 30 ribu tanaman herbal. Dari 30 ribu terdapat 9 ribu sampai 10 ribu yang cocok dijadikan bahan obat. Tapi yang sudah dilakukan penelitian dan khasiatnya baru sekitar 100 sampai 200 tanaman herbal," ungkap Vincent.
Tanaman herbal masih dipertimbangkan sebagai solusi terbaik agar Indonesia tidak bergantung pada bahan baku obat impor.