Liputan6.com, Jakarta Menyambut Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus, tim Health-Liputan6.com akan menyajikan tulisan khusus yang menceritakan perjuangan kemerdekaan dari para tokoh kesehatan. Sosok pertama, ditulis Selasa (1/8/2017) adalah dr. Tjipto Mangoenkoesoemo.
Sosok dokter Tjipto Mangoenkoesoemo terkenal karena menyuarakan penderitaan rakyat Indonesia yang dijajah pemerintah Belanda. Dari buku 100 Pahlawan Nusantara yang ditulis Tim Sunrise Picture, Tjipto aktif menceritakan penderitaan rakyat akibat penjajahan Belanda.
Advertisement
Baca Juga
Tulisan-tulisannya dimuat di harian De Express. Pemerintah Belanda ternyata berang terhadap tulisannya, lalu Tjipto dipecat menjadi dokter pemerintahan. Tak lagi menjabat sebagai dokter pemerintahan, pria kelahiran Pecangakan, Ambarawa tahun 1886 justru menoreh prestasi gemilang.
Ia ikut berkontribusi menyelamatkan rakyat dari wabah pes yang melanda Kepanjen, Malang, Jawa Timur. Pes disebabkan enterobakteria yersenia pestis, yang ditularkan dari gigitan kutu tikus. Penyebaran wabah pes diduga karena adanya jalan kereta api Surabaya-Malang.
Muncul informasi wabah pes antara Februari 1912 hingga Maret 1912 di surat kabar setempat. Sayangnya, pemerintah Belanda belum menanggapi serius. Padahal, pes mulai merebak pada tahun 1910-an. Hal ini dikarenakan pada masa itu, penyakit pes terbilang awam dikenal dan hanya terdapat di buku-buku saja.
Wabah penyakit yang dulu beredar seputar kolera, cacar, dan malaria. Akhirnya, pemerintah Belanda baru memercayai wabah pes setelah tim medis meneliti sampel korban yang meninggal.
Â
Simak video menarik berikut ini:
Â
Selamatkan rakyat dari pes
Untuk menyelamatkan rakyat dari wabah pes, dokter-dokter pun dikerahkan. Tak tanggung-tanggung, Tjipto ikut menyelamatkan rakyat dengan ilmu kedokteran yang dimilikinya.
Dari buku berjudul Dr Cipto Mangunkusumo terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional (1992), yang ditulis Soegeng Reksodihardjo memaparkan, Tjipto menawarkan diri untuk diterima kembali bertugas di pemerintah Belanda.
Ia minta untuk ditugaskan ke Malang demi menyelamatkan rakyat yang terkena pes. Dedikasinya ini bukan hanya panggilan hatinya untuk menolong rakyat. Keberaniannya timbul karena ia melihat banyak dokter Eropa yang menolak membasmi wabah pes di Malang.
Advertisement
Terima bintang penghargaan
Atas pengabdiannya, pemerintah Belanda memberikan penghargaan pada Tjipto berupa bintang Orde van Oranje Nassau (kepahlawanan Belanda) pada tahun 1912, ditulis dari buku Ensiklopedia Pahlawan Indonesia dari Masa ke Masa. Sayangnya, Tjipto mengembalikan bintang jasanya karena dirinya tidak diberikan izin membasmi wabah pes yang menyebar di Solo.
Tjipto yang menyelesaikan pendidikannya di STOVIA Jakarta sangat kritis terhadap pemerintah Belanda. Tak ayal, ini membuat dirinya beberapa kali dibuang.
Dari buku Pahlawan-pahlawan Indonesia Sepanjang Masa, yang ditulis Didi Junaedi, Tjipto menjadi tahanan rumah di Bandung pada tahun 1914. Kemudian ia diasingkan ke Banda Neira pada 1927.
Salah satu tokoh Tiga Serangkai yang mendirikan Indische Partij pada 25 Desember 1912 ini menderita asma yang memburuk seiring perjuangannya melawan Belanda. Asma yang diderita Tjipto semakin lama semakin parah.
Akhirnya, ia meninggal di Jakarta pada 8 Maret 1943, dimakamkan di Watu Ceper, Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah.