Terkait Kasus Tora Sudiro, BPOM Tak Bisa Sendiri

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan tidak bisa sendirian dalam menangani kasus penyalahgunaan obat.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Agu 2017, 09:30 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2017, 09:30 WIB
[Bintang] Tora Sudiro, Ruben Onsu dan Ananda Mikola
Tora Sudiro, Ruben Onsu dan Ananda Mikola

Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan mengatakan tidak bisa sendirian dalam menangani kasus penyalahgunaan obat-obat tertentu (OOT) termasuk mengandung Dumolid seperti yang terjadi pada aktor Tora Sudiro.

"Pelaksanaan tugas pengawasan obat dan makanan tidak bisa dilakukan single player oleh BPOM sendiri. Oleh sebab itu, Badan POM mengajak kementerian/lembaga terkait, termasuk pemerintah daerah setempat, untuk terlibat dalam rencana Aksi Nasional Pemberantasan Penyalahgunaan Obat," kata Kepala BPOM, Penny Lukito, di Jakarta, Kamis.

Beberapa waktu lalu, merebak pemberitaan terkait penyalahgunaan obat keras dengan merek dagang Dumolid oleh aktor ternama. Obat tersebut mengandung zat aktif Nitrazepam yang memiliki efek sebagai obat penenang. Jika obat dikonsumsi tidak sesuai dosis terapi dapat mempengaruhi perilaku penggunanya, bahkan menimbulkan ketergantungan.

Kasus penyalahgunaan OOT bukan pertama kali terjadi. Hasil pengawasan BPOM menemukan banyaknya konsumsi obat ilegal dan penyalahgunaan OOT oleh masyarakat, khususnya generasi muda.

Pada 2017, dia mengatakan BPOM fokus pada pengawasan OOT dalam spektrum penuh. Pertama yang dilakukan adalah melakukan audit terpadu ke sarana produksi. Kedua adalah melakukan audit ke sarana distribusi resmi guna memverifikasi penarikan dan pemusnahan Karisoprodol.

Ketiga, lanjut dia, BPOM melaksanakan pengawasan di sarana pelayanan kefarmasian di apotek, rumah sakit, puskesmas dan klinik kesehatan.

Dia mengatakan pada 17-21 Juli lalu, dilaksanakan operasi terpadu pemberantasan OOT di wilayah Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Banjarmasin, Mataram, Denpasar, Makassar, Serang dan Palangka Raya.

Dari hasil operasi terpadu tersebut ditemukan masih adanya peredaran OOT di toko obat, toko kosmetik dan toko kelontong sejumlah 13 jenis yang terdiri atas 925.919 buah dengan total nilai keekonomian mencapai Rp 3,1 miliar.

BPOM, kata dia, pada 7-18 Agustus sedang melakukan intensifikasi pengawasan obat dan narkotika, psikotropika dan zat adiktif (Napza) di sarana pelayanan kefarmasian yaitu apotek, rumah sakit, puskesmas dan klinik kesehatan.

Selain itu, dilakukan pula peningkatan pengawasan penjualan obat keras secara dalam jaringan/daring. Hingga Juli 2017, telah teridentifikasi sebanyak 118 situs yang menjual obat keras, 98 situs telah diblokir dan 20 situs lainnya masih dalam proses pemblokiran di Kemenkominfo. (Anom Prihantoro/AntaraNews) 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya