Taruna Ikrar Punya 67 Penemuan dan Pelajari Pemetaan Otak

Prof. Dr.Taruna Ikrar menggeluti pemetaan otak dan punya banyak penemuan di bidang sains dan kedokteran.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 22 Agu 2017, 10:30 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2017, 10:30 WIB
Taruna Ikrar - Festival Prestasi Indonesia
DTaruna Ikrar menggeluti pemetaan otak. (Foto: Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Liputan6.com, Jakarta Selama kurang lebih 15 tahun tinggal di Amerika Serikat, Prof Dr Taruna Ikrar, M.Pharm, MD, PhD menggeluti dunia pemetaan otak (brain mapping). Ia juga dikenal sebagai doktor yang punya banyak penemuan. Sebelumnya, ia punya 63 penemuan. Kini, penemuan bertambah menjadi 67 penemuan dan 27 proyek penelitian di bidang sains dan kedokteran.

Taruna yang sejak 2017 diangkat sebagai Profesor dan Dekan di Biomedical Sciences, National Health University of California, Amerika Serikat tetap berkontribusi untuk negara. Ia membagi pengetahuan dan transfer teknologi ke Indonesia.

Calon penerima Nobel 2016 bidang kedokteran ini geluti pemetaan otak. Ia memetakan jalur saraf sebanyak 100 miliar dan 1000 triliun koneksi fungsi otak di seluruh tubuh.

"Saya belajar tentang pemetaan otak. Pada awalnya, saya penasaran saat melihat jantung bisa denyut sendiri. Jantung ternyata bisa berdenyut sendiri karena dipengaruhi otak. Bagaimana otak mengontrol jantung," kata Taruna, saat ditemui di acara Festival Prestasi Indonesia, yang diadakan di Jakarta Convention Center, ditulis Selasa (22/8/2017)

Simak video menarik berikut ini:

Proyek penelitian

Taruna dan tim sedang mengembangkan proyek penelitian bernama Advance Medicine of Degenerative Medicine. Proyek ini ditujukan untuk penyakit degeneratif (penyakit yang menyebabkan terjadinya kerusakan atau penghacuran terhadap jaringan atau organ tubuh) yang sangat susah disembuhkan, seperti parkinson.

Ketika minum obat, gejala parkinson hilang. Tapi setelah minum obat, gejala bisa muncul kembali. Artinya obat parkinson tidak bisa menghilangkan gejala parkinson.

"Advance medicine digunakan untuk menerapi agar parkinson bisa sembuh. Caranya memadukan berupa lima jenis pengobatan, yaitu partical therapy untuk menstimulasi sistem saraf agar lebih baik. Kedua, peningkatan enzim untuk memacu pengembalian fungsi otak. Ketiga terapi stem cell (sel punca) untuk mengatasi berbagai penyakit. Keempat, nanotherapy sebagai terapi injeksi pada bagian tubuh tertentu untuk meningkatkan sirkulasi di daerah yang masih berlemak. Kelima, terapi genetik--teknik terapi yang digunakan untuk memperbaiki gen abnormal," jelas pria kelahiran 15 April 1969 asal Makassar, Sulawesi Selatan ini.

Jika cara pengobatan ini berhasil, maka jutaan penduduk dunia termasuk Indonesia punya kesempatan agar penyakit degeneratif bisa disembuhkan. Misal. pasien yang menderita cerebral palsy bisa diobati.

Sebesar 60 persen pasien yang menderita penyakit degeneratif bisa disembuhkan. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan di jurnal Nature dalam waktu dekat.

Pengaruh otak dan doktrinasi

Riset yang juga sedang dikembangkan adalah soal cemas yang berkaitan dengan doktrinasi. Taruna dan tim mempelajari bagaimana doktrin memengaruhi otak seseorang yang bisa menimbulkan kecemasan.

Hasil temuan danya struktur otak yang terdapat 100 miliar sel saraf berbeda. Pembentukan otak yang terkena doktrin ternyata berbeda dari yang tidak terkena doktrin.

Sel saraf yang terkena doktrin ada terapinya. Ada cara mengembalikan sistem otak. Dalam 24 jam bisa berubah. Pemikiran orang radikal dan ekstrem bisa berubah menjadi tidak ekstrem.

Caranya diperbaiki trik penerimaan. Kalau penerimaan melalui doktrinasi. Maka, ya harus doktrinasi juga. Kalau orangnya stres ya kita harus melepaskan stresnya, ujar Taruna saat diwawancara dalam acara Festival Prestasi Indonesia di Jakarta Convention Center.

Pada acara Festival Prestasi Indonesia ini, Taruna juga menjadi salah satu sosok yang meraih apresiasi penghargaan di bidang sains.

Pendidikan lintas negara

Kiprah Taruna tak lepas dari perjuangan menempuh pendidikan bidang farmasi, jantung, dan saraf. Setelah tamat SMA, Taruna menempuh pendidikan S1 di Universitas Hasanuddin, Makassar.

Lalu melanjutkan gelar Master Farmakologi (M. Pharm) di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Taruna mendapat beasiswa dari pemerintahan Jepang (Monbukagakusho) meneruskan pendidikan Ph.D. dengan spesialisasi penyakit jantung di Universitas Niigata, Jepang.

Selanjutnya pada tahun 2008, ia melanjutkan program post-doctoralnya di bidang ilmu saraf di School of Medicine, University of California, Amerika Serikat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya