Liputan6.com, Jakarta Menyambut Halloween yang akan tiba di akhir Oktober nanti, bioskop sudah mulai dipenuhi oleh film-film horor kiriman dari Hollywood. Sayangnya, tidak semua orang menyukai film horor.
Ketidaksukaan dan kesukaan seseorang pada film horor ternyata tidak ada hubungannya preferensi seseorang pada sebuah genre film. Dikatakan dalam laman Huffingtonpost.com alasannya lebih mengarah pada faktor psikologis.
Baca Juga
Margee Kerr, sosiolog yang mempelajari rasa takut menyatakan, seseorang yang mencari sensasi dari film horor mendapatkan reaksi dari tubuhnya. Terpicunya jantung membuat tubuh merasa harus melampiaskan energi tersebut, yang membuat mereka merasa lebih “hidup” saat menonton film horor.
Advertisement
Reaksi ini sama seperti yang dirasakan setelah seseorang melakukan yoga atau kegiatan yang mengharuskan orang sangat fokus. Adapun bagi pembenci film horor, menonton akan membuat mereka seperti terkena serangan panik yang membuatnya kehilangan kontrol atas tubuh mereka.
Seseorang yang memiliki sensitivitas tinggi, sangat mudah terstimulasi pada lingkungan mereka dan akan lebih muda berempati daripada orang lain. Hal ini juga menunjukkan, seseorang dengan sensitivitas tinggi akan mempunyai reaksi psikologis yang berbeda dan lebih intens akibat film horor dibanding penyuka film ini.
Pengalaman masa kecil dikatakan juga sangat berpengaruh pada kesukaan pada film horor. Seseorang yang punya pengalaman menyeramkan yang menyengkan di masa kecil, misalnya naik roller coaster, sudah mempunyai bekal akan pengalaman takut tersebut. Apalagi orangtua mengarahkan pengalaman menyenangkan tersebut pada jalur yang tepat, akan memberikan reaksi yang berbeda dengan yang seseorang yang tidak mengalaminya.
Lucunya, film horor justru menjadi alat untuk berbagi kasih atau menjadi ikatan sosial, misalnya pada pasangan yang menonton film horor bersama. Ikatan yang terjadi di bawah tekanan (oleh film horor) akan menjalin hubungan yang lebih intens di antara orang yang sudah kita kenal. (Lilin Rosa Santi)