Liputan6.com, Jakarta Secara diam-diam, Presiden Amerika Serikat Donald Trump dilaporkan mengeluarkan kebijakan yang membuat penelitian untuk penyembuhan HIV tertunda. Dilaporkan Science, pada September lalu, Department of Health and Human Services (HHS) melarang National Institute of Health (NIH) mengakses jaringan janin atau fetal tissue untuk penelitian.
Dikutip dari MetroWeekly pada Sabtu (15/12/2018), kebijakan tersebut datang tanpa pengumuman yang dirilis ke publik. Adapun, jaringan janin (fetal tissue) sesungguhnya legal untuk digunakan. Namun hal itu diperoleh dari aborsi elektif. Sebuah praktek yang ditentang keras oleh aktivis anti-aborsi, pejabat administrasi Trump, beserta Trump sendiri.
Baca Juga
Jaringan janin memang digunakan para peneliti yang bekerja dalam beberapa studi. Salah satunya adalah penelitian yang mempelajari tentang HIV hingga kemungkinan pengobatan di masa depan.
Advertisement
Simak juga video menarik berikut ini:
Â
Menghentikan penelitian obat HIV
Salah satu pengguna fetal tissue adalah Rocky Mountain Laboratories (RML) milik National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID) di Montana. Mereka menggunakan jaringan tersebut untuk membuat tikus dengan sistem kekebalan yang berperilaku seperti manusia dan memainkan peran kunci dalam pengujian dan penelitian antibodi, serta obat untuk mengobati dan memerangi HIV.
"(HHS) mengarahkan saya untuk menghentikan pengadaan jaringan janin... Ini secara efektif menghentikan semua penelitian kami dalam menemukan obat untuk HIV," tulis salah satu juru bicara RML.
Peneliti dan Direktur dari Gladstone Center for HIV Cure Research di San Fransisco, AS Warner Green mengatakan, penghentian penggunaan jaringan janin tersebut seperti sebuah bom.
"Kami semua sudah siap untuk bergerak dan kemudian bom itu dijatuhkan," kata Greene.
"Keputusan itu benar-benar menghancurkan kolaborasi kami keluar dari rel. Kami sangat terpukul," tambahnya pada Science.
Â
Advertisement
Sudah lama digunakan
Mengutip CNN, jaringan janin telah digunakan sejak 1930-an untuk pengembangan vaksin. Namun, penggunaannya juga menimbulkan perdebatan yang sesungguhnya sudah lama terjadi.
"Hanya saja publik baru mengetahui hal itu," kata profesor bioetika di Case Western Reserve University Insso Hyun pada 2015. Selain itu, cara memperolehnya pun juga diizinkan dan bukanlah hal yang baru.
"Di masa depan, kebutuhan jaringan janin akan menurun karena kemajuan dalam teknologi sel punca yang akan mengambil alih," tambahnya.
Salah satu keberhasilan penggunaan jaringan janin di awal penggunaannya adalah penciptaan vaksin poliovirus. Saat ini, hal itu diperkirakan mampu menyelamatkan 550 ribu nyawa di seluruh dunia.