Proses Rehabilitasi Anak yang Diduga Terlibat Aksi 22 Mei

Begini proses rehabilitasi anak yang diduga terlibat aksi 22 Mei 2019 di balai rehabilitasi Kementerian Sosial.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 28 Mei 2019, 14:00 WIB
Diterbitkan 28 Mei 2019, 14:00 WIB
Bentrokan di Depan Gedung Bawaslu
Ada anak yang terlibat dalam aksi 22 Mei 2019 (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Pada Sabtu, 25 Mei 2019 pagi, Kementerian Sosial menerima rujukan 52 anak yang diduga terlibat aksi 22 Mei 2019. Suasana pagi di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Kemensos pun ramai dengan kehadiran puluhan anak tersebut.

Dalam keterangan rilis pada Minggu, 26 Mei 2019, Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan, anak-anak tersebut dibawa ke balai rehabilitasi Kemensos dalam empat kloter secara bertahap. Tiga kloter dikirim oleh Polda Metro Jaya dengan jumlah 27 anak. Sisanya, ada 25 anak dikirim dari Polres Metro Jakarta Barat.

Pemeriksaan terhadap 52 anak yang ikut aksi 22 Mei mulai dilakukan para pekerja sosial di BRSAMPK. Aktivitas tersebut dilakukan sampai Sabtu sore pada hari itu. Bukan hanya pemeriksaan assessment saja, anak-anak juga diperiksa bagaimana psikologinya.

"Anak-anak ini baru datang lebih tepatnya Sabtu subuh, totalnya 52 anak. Pas datang ke kami langsung 52 anak. Mereka ada yang tidak tidur 2-3 hari. Setelah datang, kami lakukan pemeriksaan dan psikologi. Lantas mendalami pemeriksaan sampai magrib," ungkap Kepala BRSAMPK Kemensos Neneng Heryani saat diwawancarai khusus Health Liputan6.com di di Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta, ditulis Selasa (28/5/2019).

Demi memeroleh informasi lebih lengkap, anak-anak tidak hanya diwawancarai. Mereka juga diminta menggambar semacam roadmap life. Hasil gambar itu akan dikaji oleh pekerja sosial Kemensos, apakah di antara anak-anak yang berusia antara 14-17 tahun itu membutuhkan perlakuan khusus atau tidak.

"Ini kan mengingat, mereka sudah menghadapi dan melalui situasi aksi 22 Mei yang mencekam," ujar Neneng.

Saksikan video menarik berikut ini:

Rehabilitasi dengan Terapi

Lip 6 default image
Gambar ilustrasi

Rehabilitasi berupa terapi psikososial, pemeriksan assessment dan hipnoterapi. Terapi yang dilakukan juga menggunakan pendekatan keagamaan.

"Kita kan ingin membutuhkan informasi yang lebih mendalam. Jadi, kami terus melakukan terapi dan program rehabilitasi untuk 52 anak itu," Neneng melanjutkan.

Jenis rehabilitasi untuk 52 anak sama, yang membedakan adalah intervensi terhadap masing-masing anak. Setiap anak punya karakteristik khusus dan unik. 

"Setiap anak di balai rehabilitasi kami didampingi pekerja sosial (social worker). Namun, ke-52 anak ini banyak juga, Jadi, kami kelompokkan anak dalam 5 kelompok. Satu kelompok dipegang satu social worker," kata Neneng.

Adanya pendampingan dari pekerja sosial sebagai upaya membangun kepercayaan kepada pekerja sosial Kemensos. Kepercayaan yang dibangun untuk mempermudah proses pemeriksaan dan rehabilitasi.

"Membangun kepercayaan dengan anak-anak ini sangat penting agar pemeriksaan dan rehabilitasi yang dilakukan bisa berhasil. Tentunya, kita semua ingin mendapatkan informasi lengkap dari anak-anak itu," Neneng menambahkan.

Orangtua Cek Keberadaan Anak

Hilangkan Trauma Anak-anak Korban Gempa dengan Latihan Loncat dan Lari
Orangtua mengecek keberadaan anak.

Selagi ke-52 anak menjalani pemeriksaan dan rehabilitasi. Orangtua masing-masing anak ditelepon pekerja sosial Kemensos. Mereka diminta hadir ke balai rehabilitasi Kemensos untuk mengecek keberadaan anaknya, apakah benar itu anak mereka.

Ketika sudah bertemu anaknya, banyak orangtua yang meminta pihak balai rehabilitasi untuk memperbolehkan anak mereka pulang ke rumah. Para orangtua mempertimbangkan anak mereka yang harus masuk sekolah dan sedang ujian. Ada juga orangtua yang ingin bersiap untuk Lebaran bersama anaknya.

"Banyak orangtua yang minta anaknya segera keluar (dipulangkan). Tapi saya tidak bisa menjanjikan hal itu. Karena proses pemeriksaan assessment masih dilakukan. Kami sedang mengumpulkan informasi dari anak-anak. Bahan laporan akan diserahkan ke Polda," jelas Neneng dengan nada suara sedih.

Ketika bahan informasi sampai di Polda, Polda yang menentukan, apakah anak itu masuk kategori saksi, korban atau pelaku. Kemungkinan kalau korban, Neneng berharap anak itu bisa dikembalikan kepada keluarganya.

Kalau anak ditetapkan sebagai pelaku, maka akan diproses secara hukum berdasarkan sistem peradilan pidana anak melalui keputusan pengadilan.

"Yang pasti kami ini memberikan perlindungan terbaik bagi anak. Hasil (informasi semua ini benar-benar nyata untuk kepentingan terbaik anak)," ujar Neneng.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya