Liputan6.com, Jakarta Para peneliti Future Health Index (FHI) 2019 mengidentifikasi ada tiga tema kunci di level global yang akan menentukan kemunculan tren teknologi kesehatan di Indonesia.
Tren yang akan muncul ini akan terjadi dalam waktu dekat. Hal tersebut seiring upaya Indonesia meningkatkan kemajuan bidang kesehatan, terutama dari sisi pemanfaaatan teknologi kesehatan digital.
Baca Juga
Advertisement
Identifikasi tren kemunculan teknologi kesehatan di Indonesia juga menilik hasil laporan studi FHI 2019 yang dilakukan dari 4 Maret hingga 19 Mei 2019 di 15 negara (Australia, Brazil, Tiongkok, Prancis, Jerman, India, Italia, Belanda, Rusia, Arab Saudi, Singapura, Afrika Selatan, Polandia, Inggris dan AS) sebagai berikut:
Manfaatkan aplikasi kesehatan
Kunci ketiga yang akan menentukan tren teknologi di Indonesia dipengaruhi bagaimana beberapa negara lain telah maju dalam teknologi kesehata serta bagaimana teknologi kesehatan digital semakin menjadi bagian dari layanan kesehatan sehari-hari. Para tenaga kesehatan profesional maupun pasien kian memanfaatkan teknologi kesehatan.
Responden studi FHI 2019 yang disurvei di Tiongkok, Arab Saudi, dan India menunjukkan, mereka lebih sering mengambil keputusan terkait kesehatannya dari hasil melacak indikator kunci kesehatan lewat teknologi kesehatan digital atau aplikasi kesehatan pada ponsel.
“Kami memahami, negara-negara di dunia yang sudah membentuk sistem kesehatannya akan sulit untuk berubah. Sederhananya, karena kebiasaan yang sudah turun-menurun,” jelas Kimpen sesuai keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Kamis (8/8/2019).
“Untuk itu, kita harus belajar dari negara yang sistem kesehatannya berkembang lebih maju setelah mengadopsi teknologi digital. Teknologi kesehatan digital bukan lagi faktor pembatas. Yang penting bagi kita adalah siap untuk perubahan.”
Simak Video Menarik Berikut Ini:
Melek Digital
Tenaga kesehatan profesional makin melek digital
Didukung laporan FHI 2019 berjudul Transforming healthcare experiences: Exploring the impact of digital health technology on healthcare professionals and patients menyoroti mayoritas tenaga kesehatan profesional, yang dibesut Royal Philips (NYSE: PHG, AEX: PHIA), pemimpin global di bidang teknologi kesehatan.
Ada adaptasi cara kerja baru, yakni 76 persen menyatakan, mereka menggunakan rekam medis digital di rumah sakit/tempat praktiknya.
Sebanyak 80 persen membagikan informasi pasien dengan tenaga kesehatan lainnya secara elektronik di fasilitas kesehatan tempat mereka bekerja.
“Meskipun rekam medis digital konvensional sering kali dikritik para dokter karena kelemahan intrinsiknya, hasil studi FHI menunjukkan hal yang melegakan. Bahwa mayoritas dokter yang diwawancarai tetap merasakan manfaatnya sehingga informasi pasien mudah diakses dan dibagikan di dalam rumah sakit,” ujar Chief Medical Officer Philips, Jen Kimpen,
Hasil survei ini juga menunjukkan area yang mana manfaat penuh teknologi masih perlu dijajaki.
“Tenaga kesehatan profesional jarang dipersiapkan menggunakan teknologi dan data digital saat pelatihan klinis,” kata Co-founder dan Policy Lead di Health, Enabled dan Technical Lead untuk Global Digital Health Index, Patricia Mechael. “Mereka memang mendapatkan informasi terkini seputar diagnosa dan perawatan klinis, tetapi tidak terlatih dalam teknik komunikasi dan data yang akan diperlukan untuk melengkapi keahlian klinis.”
Advertisement
Akses Rekam Medis
Pasien peroleh akses data rekam medis
Identifikasi teknologi kesehatan digital di Indonesia yang akan muncul terkait memberdayakan dan keterlibatan pasien dalam proses pemulihan dan perawatan. Dalam hal ini, pasien dapat memeroleh data rekam medis secara yang bisa diakses.
Artinya, akses terhadap data medis yang diberikan pada pasien membuat pasien cenderung lebih terlibat dalam proses perawatan. Cara ini akan meningkatkan kualitas perawatan dan pengalaman layanan kesehatan yang mereka terima secara menyeluruh.
Dari semua responden yang disurvei pada laporan FHI 2019, pasien yang berbagi data medis dengan tenaga kesehatan profesional yang menanganinya punya kecenderungan penilaian kualitas layanan kesehatan. Penilaian berupa baik, sangat baik, atau luar biasa baik (74 persen) dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki akses (66 persen).
Selain itu, 63 persen dari responden yang saat ini tidak memiliki atau tidak tahu apakah mereka memiliki akses pada rekam medis digital mengungkapkan, mereka menginginkan akses tersebut.
“Saat pasien lebih terlibat dalam perawatan mereka, dari pengalaman pribadi saya, kami melihat hasil akhir yang lebih baik. Mereka bisa memahami lebih dalam perjalanan menuju sehat,” jelas Instruktur Klinis Departemen Radiologi, Divisi Pengobatan Nuklir; Ahli Radiologi, Divisi Nuklir, Kerja sama Radiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Stanford, K Elizabeth Hawk.
“Memberikan pasien akses data untuk terlibat, tidak hanya memberdayakan mereka, tapi juga membangun hubungan yang lebih baik antara dokter dan pasien.
Keterbukaan akses data medis akan mempersempit jarak antar pasien dengan tenaga medis. Pasien bisa secara terang-terangan meminta akses pada rekam medis digital miliknya.
"Sudah waktunya industri kesehatan secara umum meningkatkan upayanya untuk membawa pasien ke komputasi awan (cloud), pengelolaan data lewat internet. Industri lain telah menunjukkan bahwa teknologi ini ada untuk mengelola data dengan aman," ujar Chief Medical Officer Philips, Jan Kimpen.