Liputan6.com, Jakarta Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengungkapkan bahwa penggunaan pestisida menjadi cara bunuh diri yang paling sering dilakukan kedua setelah gantung diri. Karena itu, mereka merekomendasikan negara-negara di dunia melakukan pembatasan akses ke produk-produk tersebut.
Dalam publikasi WHO yang terkait Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia 2019 bertajuk "Preventing suicide: a resource for pesticide registrars and regulators," mereka menyatakan bahwa seringkali mereka yang bunuh diri dengan pestisida kesulitan mendapatkan penawar racun serta akses ke fasilitas medis.
Baca Juga
Dalam rilis di laman resminya, dikutip Selasa (10/9/2019), WHO menemukan pembatasan akses pestisida bisa mengurangi angka bunuh diri di beberapa negara yang mereka pelajari. Di Sri Lanka, aturan tersebut menurunkan hingga 70 persen kejadian dan menyelamatkan 93 ribu nyawa di tahun 1995 hingga 2015.
Advertisement
Sementara itu di Korea Selatan, racun berjenis herbisida paraquat menjadi pestisida yang banyak digunakan untuk bunuh diri di tahun 2000-an. Larangan racun tersebut di 2011 dan 2012, berhasil menurunkan angka kasus hingga setengahnya.
Simak juga Video Menarik Berikut Ini
Angka Negara dengan Strategi Pencegahan Bunuh Diri Masih Kurang
Meski angka negara dengan strategi pencegahan bunuh diri telah meningkat hingga 38, hal tersebut masih terlalu sedikit dan dirasa kurang.
"Meskipun ada kemajuan, satu orang meninggal karena bunuh diri setiap 40 detik," kata Direktur Jenderal WHO, Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus.
"Kami menyerukan semua negara untuk memasukkan strategi pencegahan bunuh diri yang sudah terbukti, ke dalam program kesehatan dan pendidikan nasional secara berkelanjutan," tambahnya.
Data WHO hingga 2016, tingkat bunuh diri secara global berada di angka 10,5 per 100 ribu. 79 persen kejadian terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Meskipun begitu, negara-negara berpenghasilan tinggi memiliki angka tertinggi yaitu 11,5 per 100 ribu.
Advertisement