Avigan Favipiravir Dinyatakan Ampuh Mengobati Pasien Covid-19

Obat influenza yang dikembangkan oleh perusahaan Fujifilm Toyama Chemical dinyatakan efektif melawan virus corona (Covid-19)

oleh Fitri Syarifah diperbarui 19 Mar 2020, 11:00 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2020, 11:00 WIB
Liputan 6 default 3
Ilustraasi foto Liputan 6

Liputan6.com, Jakarta Obat influenza yang dikembangkan oleh perusahaan Fujifilm Toyama Chemical dinyatakan efektif melawan virus corona (Covid-19), menurut pemerintah China, Selasa (17/3).

Beijing bahkan sudah mulai merekomendasikan obat Favipiravir dengan nama merek Avigan.

"Ini sangat aman dan efektif," ujar Zhang Xinmin, direktur departemen kesehatan China National Center for Biotechnology Development, dalam konferensi pers.

Avigan (Favipiravir) (T-705; 6-fluoro-3-hydroxy-2-pyrazinecarboxamide) adalah agen anti-virus yang secara selektif dan berpotensi menghambat RNA-dependent RNA polimerase (RdRp) dari virus RNA.

Fujifilm Toyama mengembangkan obat ini pada tahun 2014 dan telah diuji coba kepada manusia yang terinfeksi virus corona sejak Februari.

Uji klinis dilakukan pada 200 pasien di rumah sakit Wuhan dan Shenzen. Dari Shenzhen sendiri, menyumbang 80 pasien, 35 pasien yang menerima perlakuan obat oral favipiravir, dan 45 orang dalam grup kontrol (tidak minum obat favipiravir), mengutip dari Xinhuanet.

Hasil penelitian keduanya menunjukkan bahwa pasien yang menerima obat teruji negatif dalam waktu singkat, sedangkan gejala pneumonia sangat berkurang.

Pasien yang diberi perlakuan obat favipiravir pulih dari demam rata-rata dalam 2,5 hari, dibandingkan 4,2 hari bagi pasien tanpa diberikan favipiravir. Selain itu, gejala batuk juga membaik dalam 4,6 hari, sekitar 1,4 hari lebih awal daripada mereka yang tidak minum obat ini.

Lalu, hanya 8,2% pasien dengan mendapat perlakuan favipiravir yang membutuhkan alat bantu pernapasan, sedangkan 17,1% pasien dari kelompok kontrol (tidak minum favipiravir) memakai alat bantu pernapasan. Waktu penggunaan alat bantu pernapasan juga berkurang rata-rata hingga 7,7 hari dan waktu pasien yang dalam perawatan ICU juga berkurang, dilansir dari Xinhuanet.

"Selain itu, kondisi paru-paru pasien dengan favipiravir 91,43% meningkat dibandingkan yang tanpa minum favipiravir hanya meningkat 62,22%," ujar Zhang Xinmin.

Hal ini membuat saham Fujifilm melonjak 15,4% di Tokyo. Karena melonjaknya permintaan pembelian setelah pengumuman dari Beijing membuat bursa penjualan pagi dihentikan sementara.

 

Simak Video Menarik Berikut Ini:

Menyiapkan versi generik

Petugas Medis Tangani Pasien Virus Corona di Ruang ICU RS Wuhan
Li Xue (kanan), petugas medis dari Provinsi Jiangsu, bekerja di bangsal ICU Rumah Sakit Pertama Kota Wuhan di Wuhan, Provinsi Hubei, 22 Februari 2020. Para tenaga medis dari seluruh China telah mengerahkan upaya terbaik mereka untuk mengobati pasien COVID-19 di rumah sakit itu. (Xinhua/Xiao Yijiu)

Melonjaknya saham Fujifilm kali ini belum tentu akan terus sama, terlebih jika perusahaan China mulai memproduksi favipiravir secara massal.

Fujifilm menandatangani perjanjian lisensi paten mengenai Favipiravir dengan Zhejiang Hisun Pharmaceutical China pada tahun 2016. Namun, juru bicara mengatakan persetujuan tersebut dibatalkan tahun 2019, meskipun kedua perusahaan masih dalam hubungan baik.

Paten Favipiravir berlaku di Jepang, tetapi paten zat kandungannya di China berakhir tahun 2019. Ini membuka jalan bagi Zhejiang Hisun untuk membuat versi generiknya.

Tidak hanya Fujifilm yang sahamnya naik, saham Nichi-Iko Pharmaceutical juga naik sekitar 15% setelah Universitas Tokyo mengumumkan bahwa obat Nafamostat memblokir virus corona dari memasuki sel manusia, yang secara efektif menghambat infeksi.

Sementara itu, alasan kenapa pemberian obat oral Avigan ini dibatasi, meskipun sudah mendapat persetujuan dari pemerintah Jepang pada tahun 2014, karena studi menemukan obat tersebut dapat menyebabkan kematian atau kelainan pada janin serta bisa ditransfer dalam air mani. Maka dari itu, obat ini terbatas hanya dikeluarkan untuk memerangi virus influenza baru atau jika virus lama kembali (sebelumnya terdaftar sebagai obat Ebola saat wabah tahun 2014).

“Mengingat keamanan, kemanjuran yang jelas dan ketersediaan obat, para peneliti telah secara resmi merekomendasikan favipiravir kepada tim medis dan menyarankan itu dimasukkan dalam rencana perawatan sesegera mungkin,” katanya, mengutip dari ChinaDaily.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya