Viral, Pasien COVID-19 di Wisma Atlet Mengaku Sembuh karena Obat Cina

Benarkah obat Cina diberikan kepada pasien Corona COVID-19 di RSD Wisma Atlet Kemayoran?

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 11 Mei 2020, 14:25 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2020, 14:25 WIB
Wisma Atlet
Foto dari atas memperlihatkan Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta, Jumat (20/3/2020). Pemerintah akan mengubah fungsi Wisma Atlet Asian Games sebagai rumah sakit darurat khusus penanganan virus corona (Covid-19) sehingga bisa dipakai pada Senin (23/3/2020). (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Beredar sebuah video berisi pengakuan seorang wanita yang menyebut dirinya pasien COVID-19, yang saat ini tengah menjalani isolasi di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat.

Sang pasien mengaku berinisial L, berumur 28 tahun. Dia sudah 10 hari di RSD Wisma Atlet. Selama 10 hari, L mengatakan diberikan obat--sambil menunjukkan kotak obat bertuliskan huruf Cina---yang bikin kondisi kesehatannya cepat membaik.

"Yang satu gunanya buat obat batuk, yang satu untuk meredakan mual. Dengan treatment ini, Puji Tuhan ternyata hasil swab terakhir saya negatif dan sekarang sudah boleh pulang," kata L di dalam video berdurasi 40 detik tersebut.

 

Simak Video Menarik Berikut Ini

Konfirmasi RSD Wisma Atlet Kemayoran

Saat dikonfirmasi terkait hal itu melalui aplikasi pesan singkat, Senin, 11 Mei 2020, sumber Health Liputan6.com di RSD Wisma Atlet mengatakan bahwa obat tersebut hanya sebagai obat pendamping, bukan yang utama.

"Itu obat dari Cina," katanya.

"Jadi, di sini kita mainnya paket terapi. Kombinasi obat, sesuai cluster-nya. ODP, PDP rapid test negatif, PDP rapid test positif, dan konfirmasi positif," ujarnya.

Bila dengan pemberian obat tersebut pasien terkonfirmasi positif COVID-19 mengaku sembuh, dia, mengatakan,"Ya Puji Syukur."

 

Tak Berkomentar Lebih Lanjut

Lebih lanjut, dia tidak bisa mengomentari perihal obat utama yang diberikan kepada pasien-pasien yang ada di sana.

"Terapi utamanya tetap sesuai protokol terapi PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia," katanya.

Dia hanya menekankan,"Kalau ditanya diberikan atau tidak di sini, memang benar diberikan.".

Akan tetapi, pemberian obat tersebut pun harus dengan persetujuan pasien atau bahasa medisnya informed consent.

"Setelah dijelaskan fungsinya, kalau enggak mau, enggak dipaksa," katanya.

 

Konfirmasi ke PDPI

Health Liputan6.com kemudian menghubungi Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Agus Dwi Susanto. Hanya saja yang bersangkutan tidak merespons panggilan tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya