Liputan6.com, Jakarta Remdesivir dengan merek Covifor mulai hari ini dinyatakan siap untuk digunakan ke dalam salah satu terapi pengobatan pasien COVID-19 di Indonesia.
Namun Kalbe Farma, selaku distributor remdesivir Covifor di Indonesia, menegaskan bahwa obat ini hanya digunakan untuk penggunaan darurat sehingga tidak bisa didapatkan di apotek-apotek secara bebas.
Baca Juga
"Karena approval dari Badan POM adalah otorisasi penggunaan darurat, jadi semua penanganannya atau pun distribusi obat tersebut, akan langsung ke rumah sakit," kata Vidjongtius, Presiden Direktur Kalbe Farma dalam konferensi pers virtual pada Kamis (10/1/2020).
Advertisement
"Jadi tidak bisa ke instalasi yang lain seperti apotek, tetapi langsung ke rumah sakit," ujarnya menegaskan.
Vidjongtius mengatakan, distribusi cara ini dilakukan agar pemanfaatan Covifor diberikan dengan tepat kepada pasien COVID-19 yang ada di rumah sakit secara langsung.
Dalam keterangan lebih lanjut, Kalbe menyatakan bahwa Amarox Global Pharma merupakan perusahaan pertama yang menerima persetujuan Emergency Use Authorization untuk remdesivir dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia.
Â
**Ingat #PesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Juga Video Menarik Berikut Ini
Jumlah Masih Dikalkulasi
Adapun, kehadiran remdesivir ini merupakan hasil kerja sama Kalbe Farma dengan Amarox Global Pharma, anak perusahaan farmasi generik dan produsen obat antiretroviral Hetero di India.
Di konferensi pers yang sama, Sandeep Sur, Country Manager dari Amarox mengatakan bahwa mereka siap untuk menyuplai obat ini sesuai kebutuhan di Indonesia karena mereka memiliki kapasitas yang besar.
"Volumenya tergantung kebutuhan, ini satu hal yang memang kita lakukan kalkulasi kembali, berapa besar yang kita butuhkan untuk memenuhi kebutuhan pasien yang tersebar di seluruh Indonesia," Vidjongtius menambahkan.
"Untuk langkah pertama, sudah pasti kalau berbicara misalnya 50 ribu unit, itu sudah pasti dalam kalkulasi kami akan kami siapkan. Nanti akan kami lanjutkan lagi dengan beberapa unit berikutnya," kata Vidjongtius.
"Mudah-mudahan angka yang lebih detil bisa kami share kalau secara konsolidasi bersama sudah kami final-kan."
Terkait harga, Sandeep dan Vidjongtius mengungkapkan bahwa obat yang digunakan dengan metode infus ini diberi harga Rp3 juta per vial. "Ini sangat tergantung dengan volume, jadi kalau misalnya volume-nya meningkat, harga bisa ditinjau kembali."
Advertisement