Liputan6.com, Jakarta Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengungkap beberapa tantangan yang harus dihadapi para peneliti untuk mengembangkan vaksin COVID-19 di Indonesia.
Dalam dialog yang disiarkan dari Graha BNPB, Jakarta pada Selasa lalu, Bambang mengatakan bahwa tantangan pertama adalah riset vaksin COVID-19 saat ini berbeda dari penelitian vaksin biasanya.
Baca Juga
"Riset vaksin COVID-19 saat ini di luar pakemnya, di luar kebiasaannya," kata Bambang dikutip Kamis (29/10/2020). "Karena biasanya, riset terkait vaksin itu memakan waktu yang sangat lama."
Advertisement
Ia mencontohkan, beberapa penyakit seperti HIV, Ebola, dan Zika, hingga saat ini belum ada vaksinnya.
"Karena upaya mencari vaksin ini memang waktunya pendek, maka hambatannya memang ini kita menggunakan sel, jadi ini suatu bentuk kehidupan. Jadi untuk mempercepat kadang-kadang ada hambatan karena namanya juga makhluk hidup."
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Â
Simak Juga Video Menarik Berikut Ini
Impor Kebutuhan untuk Pengembangan Vaksin
Selain itu, Bambang juga mengatakan bahwa beberapa bahan yang dibutuhkan dalam proses pengembangan vaksin COVID-19 juga masih impor.
"Contohnya sel mamalianya, bahkan hewan untuk uji coba pun itu harus kita impor juga. Jadi kadang-kadang proses impor termasuk impor reagen, ini yang kadang-kadang bisa menunda aktivitas penelitian," ujarnya.
Dalam dialog tersebut, Bambang juga mengungkapkan bahwa di bulan Oktober ini, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman telah mempersiapkan pengujian Vaksin Merah Putih atau vaksin COVID-19 buatan dalam negeri, untuk dilakukan pada hewan.
Bambang berharap agar pengujian tersebut dapat diselesaikan akhir tahun 2020 dan mendapatkan hasil yang memuaskan.
"Setelah akhir tahun, bibit vaksin yang sudah kita anggap teruji pada hewan atau sel mamalia tersebut akan diserahkan kepada Bio Farma, sebagai pihak yang nantinya akan melakukan produksi skala kecil, terutama untuk keperluan uji klinis," Bambang menambahkan.
Bambang menegaskan bahwa semua tahapan proses pembuatan vaksin termasuk tiga tahap uji klinis akan diikuti. "Tentunya nanti BPOM yang akan memutuskan apakah vaksin ini sudah bisa dipergunakan secara massal atau tidak."
Advertisement