Kepala BKKBN Hasto: Kemandirian Pangan Dukung Penurunan Stunting

Kepala BKKBN Hasto sampaikan kemandirian pangan mendukung penurunan stunting.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 09 Nov 2020, 17:30 WIB
Diterbitkan 09 Nov 2020, 17:30 WIB
BKKBN
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyampaikan sosialisasi kerja dari rumah (Work From Home) melalui video conference pada Rabu (18/3/2020) di Kantor BKKBN, Jakarta. (Dok Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional/BKKBN)

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, kemandirian pangan dapat mendukung penurunan stunting. Dalam hal ini, ada pemanfaatan optimal pangan lokal, seperti ikan, singkong, dan ubi.

"Ketika ada kemandirian pangan, lalu pangan juga tidak tergantung oleh impor, daerah lain supply-nya cukup dan sebagainya, sebetulnya sangat menguntungkan bagi keberhasilan program BKKBN," kata Hasto saat memaparkan materi Ketahanan Pangan sebagai Investasi Menuju SDM Berkualitas secara virtual, Senin (9/11/2020).

"Terutama menurunkan stunting dan menghasilkan keluarga yang berkualitas."

Meski begitu, ada daerah-daerah yang terjadi kerawanan pangan. Kerawanan pangan merupakan kondisi ketidakmampuan individu atau sekumpulan individu di suatu wilayah untuk memeroleh pangan yang cukup dan sesuai untuk hidup sehat dan aktif.

Kerawanan pangan bisa diartikan juga sebagai kondisi suatu daerah, masyarakat atau rumah tangga yang tingkat ketersediaan dan keamanan pangannya tidak cukup untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan sebagian masyarakat.

Data Indeks Ketahanan Pangan Indonesia 2019 Kementerian Pertanian, sebanyak 77 kabupaten indeks ketahanan pangannya rendah. Daerah tersebar di Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Sumatera Barat, Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan.

Kota-kota yang rentan pangan diindikasikan oleh tingginya rasio konsumsi per kapita terhadap produksi bersih per kapita, tingginya prevalensi balita stunting, dan jumlah penduduk miskin yang tinggi.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

Diversifikasi Pangan Lokal

Panen ubi kayu oleh jajaran Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul yang dipimpin langsung Bambang Wisnu Broto. (Dok Kementan)
Panen ubi kayu oleh jajaran Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul yang dipimpin langsung Bambang Wisnu Broto. (Dok Kementan)

Di daerah-daerah yang terjadi kerawanan pangan, rata-rata rasio konsumsi terhadap produksi pangan sebesar 4,27 persen. Artinya, daerah yang bersangkutan sangat tergantung kepada supply pangan dari wilayah lain yang termasuk kategori daerah sentra pangan.

"Kami paham masih ada daerah-daerah yang rentan pangan. Dengan ketersediaan pangan yang masih sangat tergantung dengan daerah lain," lanjut Hasto.

"Kami juga menyadari bahwa sebetulnya ketika ketahanan pangan memang betul-betul terwujud dengan terjangkau stabil dan tersedia. Maka, bonus demografi nanti jadi peluang menunjukkan secara kuantitas, kita mempunyai SDM yang unggul untuk petani berinovasi."

Diversifikasi pangan lokal menjadi solusi terhadap ketersediaan pangan. Upaya ini membuat ketahanan dan kemandirian pangan terwujud. Masyarakat pun mengonsumsi pangan yang beragam.

"Diversifikasi pangan lokal, seperti ubi dan lainnya, Saya kira penting. Ini menjadi satu tantangan karena kalau tersedia secara mandiri tentu bisa juga menjadi ketahanan pangan, terlebih lagi bila dilakukan swasembada pangan," imbuh Hasto.

"Menjadi menarik sekali ketika program-program tentang ketahanan pangan terpadu dengan kemandirian yang didukung oleh SDM. Kemudian akan menjadi satu kemandirian pangan."

Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi

Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi
Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya